Powered By Blogger

Minggu, 12 September 2010

KKN


BAB I
PENDAHULUAN

Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata - mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu, 2004: 2).
Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah: Novel cerita/cerpen (tertulis/lisan), syair, pantun, sandiwara/drama, lukisan/kaligrafi.
Novel adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.
Menurut khasanah kesusastraan Indonesia modern, novel berbeda dengan roman. Sebuah roman menyajikan alur cerita yang lebih kompleks dan jumlah pemeran (tokoh cerita) juga lebih banyak. Hal ini sangat berbeda dengan novel yang lebih sederhana dalam penyajian alur cerita dan tokoh cerita yang ditampilkan dalam cerita tidak terlalu banyak.
Berdasarkan ulasan di atas, maka penulis membuat makalah ini guna membantu para pembaca yang ingin menekuni dunia novel. Selain tentang pengertian dan unsur – unsur novel, makalah ini juga memuat catatan tentang novel – novel yang pertama muncul serta dilengkapi juga dengan panduan untuk membuat novel agar menarik untuk dibaca.
Demikian gambaran isi makalah ini dari penulis. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih.
Selamat Membaca…!!

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Novel
Dari sekian banyak bentuk sastra seperti esei, puisi, novel, cerita pendek, drama, bentuk novel, cerita pendeklah yang paling banyak dibaca oleh para pembaca. Karya– karya modern klasik dalam kesusasteraan, kebanyakan juga berisi karya– karya novel.
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar tapi juga ada kelanjutannya. Yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Novel adalah novel syarat utamanya adalah bawa ia mesti menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis membacanya.
Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka. Yang penting memberikan keasyikan pada pembacanya untuk menyelesaikannya. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola – pola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi social, sedang novel hiburan Cuma berfungsi personal. Novel berfungsi social lantaran novel yang baik ikut membina orang tua masyarakat menjadi manusia. Sedang novel hiburan tidak memperdulikan apakah cerita yang dihidangkan tidak membina manusia atau tidak, yang penting adalah bahwa novel memikat dan orang mau cepat–cepat membacanya.
Banyak sastrawan yang memberikan yang memberikan batasan atau definisi novel. Batasan atau definisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut pandang yang mereka pergunakan juga berbeda-beda. Definisi – definisi itu antara lain adalah sebagai berikut :
1. Novel adalah bentuk sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat (Jakob Sumardjo Drs).
2. Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya social, moral, dan pendidikan (Dr. Nurhadi, Dr. Dawud, Dra. Yuni Pratiwi, M.Pd, Dra. Abdul Roni, M. Pd).
3. Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu : undur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang kedua saling berhubungan karena sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra (Drs. Rostamaji,M.Pd, Agus priantoro, S.Pd).
4. Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intrinsic (Paulus Tukam, S.Pd)
B. Unsur-Unsur Novel
Novel mempunyai unsur-unsur yang terkandung di dalam unsur-unsur tersebut adalah :
1. Unsur Intrinsik
Unsur Intrinsik ini terdiri dari :
a. Tema
Tema merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang mendasari jalan cerita novel (Drs. Rustamaji, M.Pd, Agus priantoro, S.Pd)
b. Setting
Setting merupakan latar belakang yang membantu kejelasan jalan cerita, setting ini meliputi waktu, tempat, social budaya (Drs, Rustamaji, M.Pd, Agus Priantoro, S.Pd)
c. Sudut Pandang
Sudut pandang dijelaskan perry Lubback dalam bukunya The Craft Of Fiction (Lubbock, 1968).


Menurut Harry Show (1972 : 293) sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Pengarang menggunakan sudut pandang took dan kata ganti orang pertama, mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.
2. Pengarang mengunakan sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih banyak mengamati dari luar daripada terlihat di dalam cerita pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga.
3. Pengarang menggunakan sudut pandang impersonal, ia sama sekali berdiri di luar cerita, ia serba melihat, serba mendengar, serba tahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.
d. Alur / Plot
Alur / plot merupakan rangkaian peristiwa dalam novel. Alur dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu alur maju (progresif) yaitu apabila peristwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur mundur (flash back progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung (Paulus Tukan, S.Pd)
e. Penokohan
Penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku. Pelaku bisa diketahu karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, lingkungan tempat tinggal. (Drs. Rustamaji, M,Pd, Agus Priantoro, S.Pd)
f. Gaya Bahasa
Merupakan gaya yang dominant dalam sebuah novel (Drs. Rustamaji, M,Pd, Agus Priantoro, S.Pd)
2. Unsur Ekstinsik
Unsur ini meliputi latar belakang penciptaan, sejarah, biografi pengarang, dan lain – lain, di luar unsur intrinsic. Unsur – unsur yang ada di luar tubuh karya sastra. Perhatian terhadap unsur – unsur ini akan membantu keakuratan penafsiran isi suatu karya sastra (Drs. Rustamaji, M,Pd, Agus Priantoro, S.Pd).

C. Unsur – unsur Novel Sastra
Novel sastra serius dan novel sastra hiburan mempunyai beberapa unsur yang membedakan keduanya. Unsur – unsur novel sastra serius adalah sebagai berikut :
- Dalam teman : Karya sastra tidak hanya berputar – putra dalam masalah cinta asmara muda – mudi belaka, ia membuka diri terhadap semua masalah yang penting untuk menyempurnakan hidup manusia. Masalah cinta dalam sastra kadangan hanya penting untuk sekedar menyusun plot cerita belaka, sedang masalah yang sebenarnya berkembang diluar itu.
- Karya sastra : Tidak berhenti pada gejala permukaan saja, tetapi selalu mencoba memahami secara mendalam dan mendasar suatu masalah, hal ini dengan sendirinya berhubungan dengan kematangan pribadi si sastrawan sebagai seorang intelektual.
- Kejadian atau pengalaman yang diceritakan dalam karya sastra bisa dialami atau sudah dialami oleh manusia mana saja dan kapan saja karya sastra membicarakan hal – hal yang universal dan nyata. Tidak membicarakan kejadian yang artificial (yang dibikin – bikin) dan bersifat kebetulan.
- Sastra selalu bergerak, selalu segar dan baru. Ia tidak mau berhenti pada konvensialisme. Penuh inovasi.
- Bahasa yang dipakai adalah bahasa standard an bukan silang atau mode sesaat.
Sedangkan novel sastra hiburan juga mempunya unsur – unsur sebagai berikut :
- Tema yang selalu hanya menceritakan kisah asmara belaka, hanya itu tanpa masalah lain yang lebih serius.
- Novel terlalu menekankan pada plot cerita, dengan mengabaikan karakterisasi, problem kehidupan dan unsur-unsur novel lain.
- Biasanya cerita disampaikan dengan gaya emosional cerita disusun dengan tujuan meruntuhkan air mata pembaca, akibatnya novel demikian hanya mengungkapkan permukaan kehidupan, dangkal, tanpa pendalaman.
- Masalah yang dibahas kadang-kadang juga artificial, tidak hanya dalam kehidupan ini. Isi cerita hanya mungkin terjadi dalam cerita itu sendiri, tidak dalam kehidupan nyata.
- Karena cerita ditulis untuk konsumsi massa, maka pengarang rata-ratatunduk pada hokum cerita konvensional, jarang kita jumpai usaha pembaharuan dalam jenis bacaan ini, sebab demikian itu akan meninggalkan masa pembacanya.
- Bahasa yang dipakai adalah bahasa yang actual, yang hidup dikalangan pergaulan muda-mudi kontenpores di Indonesia pengaruh gaya berbicara serta bahasa sehari-hariamat berpengaruh dalam novel jenis ini.
D. Nilai-nilai yang terkandung dalam novel sastra.
1) Nilai Sosial
Nilai sosial ini akan membuat orang lebih tahu dan memahami kehidupan manusia lain.
2) Nilai Ethik
Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri yaitu novel yang isinya dapat memausiakan para pembacanya, Novel-novel demikian yang dicari dan dihargai oleh para pembaca yang selalu ingin belajar sesuatu dari seorang pengarang untuk menyempurnakan dirinya sebagai manusia.
3) Nilai Hedorik
Nilai hedonik ini yang bisa memberikan kesenangan kepada pembacanya sehingga pembaca ikut terbawa ke dalam cerita novel yang diberikan
4) Nilai Spirit
Nialai sastra yang mempunyai nilai spirit isinya dapat menantang sikap hidup dan kepercayaan pembacanya. Sehingga pembaca mendapatkan kepribadian yang tangguh percaya akan dirinya sendiri.


5) Nilai Koleksi
Novel yang bisa dibaca berkali-kali yang berakibat bahwa orang harus membelinya sendiri, menyimpan dan diabadikan.
6) Nilai Kultural
Novel juga memberikan dan melestarikan budaya dan peradaban masyarakat, sehingga pembaca dapat mengetahui kebudayaan masyarakat lain daerah.
E. Jenis Novel Hiburan
Jenis dari novel hiburan bermacam-macam menurut upaya, seperti :
a. Novel detektif
b. Novel roman
c. Novel mistery
d. Novel Gothis
e. Novel criminal
f. Novel science fiction(sf)
Novel hiburan ini merupakan bacaan ringan yang menghibur dan novel hiburan ini jauh lebih banyak ditulis dan diterbitkan serta lebih banyak dibaca orang sebagai pembaca untuk jenis novel hiburan ini jumlahnya amat banyak karena sifatnya yang personal dan isinya hanya kenyataan semua dan gambaran fantasi pengarang saja.
Novel hiburan juga menceritakan hal-hal yang indah seperti cerita percintaan yang sentimentil, sehingga pembaca sangat menyukainya. Novel hiburan ini juga diperhatikan oleh para kritisi yang menyangkut masalah komersialnya, Novel ini gemari oleh semua golongan masyarakat mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, baik laki-laki maupun dewasa.
F. Novel – novel Pertama
Jepang adalah tempat lahirnya novel yang pertama. Novel itu berjudul Hikayat Genji, yang ditulis pada abad ke-11 oleh Murasaki Shikibu. Ceritanya berfokus pada tokoh khayalan Pangeran Genji, hubungan asmaranya, dan keturunan-keturunannya. Hikayat Genji melukiskan kehidupan istana Jepang pada periode Heian dan memberikan penggambaran memikat tentang wanita Jepang pada masa itu.
Namun, novel berkembang dalam bentuk modern di Eropa selama masa Renaisans. Isi novel-novel awal ini mencerminkan perhatian masyarakat pada umumnya saat itu, termasuk munculnya kelas menengah sebagai kelompok sosial, gugatan terhadap agama dan nilai-nilai moral tradisional, minat terhadap sains dan filsafat, serta hasrat akan penjelajahan dan penemuan.
Novel-novel Eropa yang paling awal, disebut novel-novel picaresque, adalah kisah-kisah petualangan yang menampilkan tokoh-tokoh utama yang cerdik, atau picaros, yang mengandalkan kecerdikan mereka untuk bertahan. Bertolak-belakang dengan roman-roman kesatriaan yang puitis, yang mengisahkan perjuangan mencapai cita-cita spiritual tinggi, novel-novel picaresque merayakan petualangan sebagai hiburan belaka.
Novel picaresque yang paling terkenal adalah Lazarillo de Tormes (1554), ditulis oleh pengarang Spanyol yang anonim. Novel ini bercerita tentang seorang anak lelaki yang mencoba bertahan di dunia yang penuh dengan para petani yang kejam, pendeta yang jahat, bangsawan yang berkomplot, dan sederetan tokoh-tokoh yang kasar.
Karya yang lebih serius adalah Don Quixote (1605, 1615), tulisan pengarang Spanyol Miguel de Cervantes. Kisah ini menggambarkan seorang bangsawan Spanyol idealis yang membayangkan dirinya sebagai seorang pahlawan, tetapi sesungguhnya adalah seorang pria paruh baya biasa yang membaca banyak roman kesatriaan sehingga dia tidak menyentuh realitas.
Semenjak itu, novel telah berkembang meliputi banyak genre. Umumnya, kini novel dibedakan atas genre novel sosial, novel psikologi, novel pendidikan, novel filsafat, novel populer, dan novel eksperimen. Novel populer sendiri terdiri atas novel detektif, novel spionase, novel fiksi ilmiah, novel sejarah, novel fantasi, novel horor, novel percintaan, dan novel Western.
Novel detektif pertama adalah The Moonstone (1868), karangan penulis Inggris Wilkie Collins. Novel ini tidak hanya berisi teka-teki rumit siapa yang mencuri permata langka bernama Moonstone, tetapi juga memperkenalkan jagoan detektif modern yang pertama, Sersan Coff, diciptakan berdasarkan penyelidik kriminal sungguhan yang menyukai mawar.
Novel spionase pertama adalah The Riddle of the Sands (1903) karangan Erskine Childers. Novel ini mencangkok aspek-aspek cerita misteri dan kriminal pada plot yang melibatkan intrik internasional. The Riddle of the Sands adalah cerita khayalan tentang persiapan Jerman menyerang Inggris melalui laut. Childers menggunakan pengalamannya sebagai seorang nakhoda kapal untuk menggambarkan detail cerita itu.
Sebetulnya, sudah ada unsur-unsur fiksi ilmiah di dalam tulisan-tulisan lama, tetapi novel fiksi ilmiah sejati yang pertama adalah Journey to the Center of the Earth (1864) karya Jules Verne. Novel ini memasukkan geologi dan penelitian tentang gua-gua ke dalam cerita khayalan tentang perjalanan menuju perut bumi. Verne adalah pengarang pertama yang mengkhususkan diri dalam fiksi ilmiah. Novel-novelnya banyak yang mendahului zaman, antara lain From the Earth to the Moon (1865) dan 20,000 Leagues Under the Sea (1870).
Novel sejarah pertama adalah Waverley (1814), karangan novelis Skotlandia Sir Walter Scott. Novel ini dan banyak sekuelnya berkisah seputar kejadian-kejadian bersejarah di Skotlandia, Inggris, dan daerah-daerah lainnya di dunia.
Novel fantasi pertama adalah Alice's Adventures in Wonderland (1865) dan Through the Looking-Glass and What Alice Found There (1871) karya pengarang Inggris Lewis Carroll. Kedua buku ini bercerita tentang seorang anak perempuan yang masuk ke dalam sebuah dunia yang aneh, bertemu dengan kelinci yang bisa berbicara, dan mengalami kejadian-kejadian yang seperti mimpi.
Agak sulit menentukan novel horor yang pertama. Ada yang menyebutkan Frankenstein (1818) karya Mary Wollstonecraft Shelley, sebuah novel Gotik tentang penciptaan monster. Tetapi, ada pula yang menyebutkan buku Dracula (1897) karya Bram Stoker sebagai novel horor sejati yang pertama. Novel ini memadukan cerita rakyat yang mengerikan yang usianya sudah berabad-abad dengan kisah psikopat sungguhan Count Vlad Dracul dari Rumania.
Novel percintaan pertama adalah Jane Eyre (1847) karya novelis Inggris Charlotte Bronte. Novel ini bercerita tentang seorang gadis muda yatim piatu yang mendapatkan pekerjaan sebagai seorang guru privat dan kemudian jatuh cinta pada majikannya.
Adapun novel Western pertama adalah The Virginian (1902), karangan Owen Wister. Para penulis cerita picisan telah menghasilkan banyak cerita tentang para penjahat selama tahun 1880-an dan 1890-an, tetapi Wister adalah pengarang pertama yang mengangkat koboi sebagai jagoan literer. Sang tokoh menjalani hidup yang keras, kehilangan kekasihnya, dan menghadapi duel senjata. Novel ini menjadi best-seller dan kemudian dibuatkan drama, film, dan serial televisi.
G. Tips menulis novel
Banyak sekali orang mencari tips bagaimana menulis novel. Sebenarnya tidak perlu cara khusus untuk bisa menulis novel yang terpenting kalau menurut saya, "membuat suatu karya adalah sebuah imajinasi dari sebuah kreativitas jadi tulis saja apa yang ada di kepala kita"
Banyak orang yang salah tujuan dalam membuat novel. Mungkin benar seandainya kita membuat novel nantinya pasti ingin kita terbitkan dan kenyataan yang harus dihadapi kalau menerbitkan sebuah novel itu ternyata susah dan buat pemula pasti sering menyerah dan berputus asa ketika karyanya tidak lolos seleksi penerbit.
Ok kita tinggalkan dulu pembahasan tadi. Bila kalian yang membaca ini adalah seorang penulis amatir yang baru belajar membuat novel, satu hal yang perlu kalian ingat "Jangan menulis novel untuk penerbit" maksudnya banyak sekali orang bermimpi menghasilkan sebuah novel yang bisa diterbitin dan membuat kita menjadi langsung terkenal. Bermimpi seperti itu boleh saja tapi harus diingat bahwa kenyataannya kalian masih "pemula". Dalam kenyataan tidak ada kesuksesan yang instan butuh sebuah latihan berkali-kali bahkan sering gagal itu adalah suatu kewajaran.
Saya tidak akan membahas secara teknik penulisan yang mudah dalam membuat novel karena saya sendiri bukan atau bisa dibilang juga tidak ngerti dengan EYD atau bagaimana menulis yang baik. Langsung saja ini tips dari saya buat kalian yang ingin bisa membuat novel (bukan tips membuat novel yang langsung terkenal) :
1. Menulislah untuk orang yang kalian sayang, misalkan orang tua atau pacar atau sahabat kalian. Seperti yang saya bilang tadi jangan menulis untuk penerbit karena karya yang hebat itu terlahir dari sebuah niat tulus dari pembuatnya, contohnya Laskar pelangi yang awal niatnya hanya untuk hadiah gurunya, malah menjadi buming seperti sekarang. Sebenarnya intinya bukan itu sih, ketika kita membuat karya untuk orang yang kita sayangi maka kita akan memiliki sebuah power tambahan untuk bisa menyelesaikan karya novel kita, karena membuat novel itu butuh kesabaran, komitmen menyelesaikan dan terus berpikir kreatif untuk menemukan ide-ide baru sehingga novel yang kita buat nantinya bisa baik.
2. Tulislah apa yang ada dipikiran kalian, jangan memikirkan apakah ide yang muncul di kepala itu bagus atau tidak. Kalau ada ide langsung tulis, baru kalau sudah selesai cerita yang kita buat, kita lakukan revisi dan pengeditan.
3. Tetap komitmen untuk menyelesaikan novel kita. Jujur pengalaman saya membuat novel pendek sepanjang 130 halaman butuh waktu empat bulan dan pada bulan pertama novel yang saya buat terhapus dari laptop dan parahnya lagi data filenya tidak bisa direcovery akhirnya buat lagi dari awal. Karena saat itu saya membuat novel itu untuk hadiah cewek yang saya suka jadi mau gak mau harus diselesaikan. Singkat cerita novel itu jadi.
4. Nah setelah cerita novel yang kita buat jadi lalu apakah harus berhenti begitu saja? Banyak penulis pemula yang setelah menyelesaikan novelnya berhenti pada tahap ini, sebenarnya hal ini adalah sebuah kesalahan. Kenapa?
Setelah selesai menulis pasti berencana untuk menerbitkannya. lalu karya itu dikirim ke penerbit dan parahnya novel ditolak lalu kecewa dan membuat novel lagi! Oya setelah selesai menulis sebaiknya kalian jadikan novel yang kalian tulis ini menjadi sebuah buku, maksudnya? Jadikan benar-benar buku seperti novel yang dijual di toko dan kalian harus membuat sendiri mulai dari desain covernya, ngeprint dan kalau jilidnya minta tolong ke tukang fotokopi biar bagus. Apa gunanya? Kalau boleh saya bilang itu sangat berguna menjadikan novel yang kita tulis menjadi sebuah buku. Banyak yang putus asa membuat novel karena mereka tidak mendapatkan hasil yang nyata. Ketika kita menjadikan novel yang kita buat dalam sebuah buku kita akan merasakan sebuah hasil yang nyata dan terlihat walaupun masih belum bisa lolos seleksi penerbit. Kita akan memiliki kumpulan novel-novel kitayang tersimpan rapi dirak buku dan akan membuat kita bangga dan percaya diri untuk menulis lagi dan ketika kita bisa menyelesaikan satu tulisan maka kemampuan kita akan bertambah dan karya yang tercipta selanjutnya akan lebih sempurna lagi.
Semoga bermanfaa tips membuat novel ini.Tips ini sebenarnya pengalaman saya dalam membuat novel untuk pertama kalinya. Kalian bisa buktikan tips ini karena saya adalah orang yang belum pernah membaca novel orang sampai selesai dan paling tidak kuat untuk membaca mampun membuat novel, ya meskipun belum bisa diterbitin tapi kata teman saya yang suka baca novel, novel yang saya buat itu cukup bagus dan membingungkan.


Berikut sedikit tips agar sukses menulis novel :
1. Sebelum menulis tentukan tema dan jenis novel yang akan dibuat dan usahakan tema itu menarik banyak pembaca, bisa tentang pembunuhan, persahabatan, cinta, jenisnya bisa novel misteri, drama, komedi. Misalkan saja tentang “Cinta dan jenisnya drama” lalu langkah berikutnya.
2. Dari tema cinta itu lebih diperjelas lagi menjadi tema yang khusus, misalkan saja tentang :
o Cinta antar sahabat
o Cinta segitiga
o Cinta segiempat
o Atau yang lain
3. Setelah mendapat tema utama, misalkan saya ambil tentang “Pengorbanan Cinta” lalu langkah berikutnya :
4. Buat sebuah ringkasan cerita dari awal sampai akhir, contohnya :
“ Ada seorang pria yang menyukai seorang wanita, lalu seiring waktu mereka bisa berkenalan dan timbulah cinta dihati mereka. Hubungan mereka semakin dekat dan akhirnya cinta mereka bisa bersatu. Saat itu kebahagiaan seolah milik mereka berdua tapi semua keadaan itu berubah 180 derajat. Ternyata wanita pujaan menderita penyakit yang berbahaya dan harus diobati. Akhir cerita pria itu mengorbankan hidupnya untuk menyelamatkan kekasih hatinya.
5. Setelah cerita utama disusun maka langkah selanjutnya adalah pengembangan dari cerita tersebut. Tapi tunggu dulu, sebelumnya baca hal penting berikut.
6. Beberapa hal penting :
a. Pilih sudut pandang yang akan digunakan dalam menuliskan cerita, sudut pandang pertama atau ketiga.
b. Ingat novel bukanlah cerpen jadi sebisa mungkin buat penulisan yang bisa menarik pembaca tapi juga tidak mempersulit/membingungkan pembaca. Maksudnya buat bagian awal cerita dari novel itu sedemikian hingga membuat pembaca langsung tertarik ketika membacanya. Untuk bagian ini tergantung dari keahlian masing-masing.
c. Pilih alur yang sesuai untuk novel yang akan dibuat, bisa alur maju, mundur atau bolak balik, kalau saya saranin adalah alur bolak-balik, kenapa? Karena rata-rata para pembaca novel ingin membaca cerita yang menarik tapi susah ditebak akhirnya jadi alur bolak-balik ini akan memberikan tantangan bagi mereka. Untuk lebih jelasnya ikuti langkah langkah di bawah ini :
7. Penulisan novel
Cerita umum : “ Ada seorang pria yang menyukai seorang wanita, lalu seiring waktu mereka bisa berkenalan dan timbulah cinta dihati mereka. Hubungan mereka semakin dekat dan akhirnya cinta mereka bisa bersatu. Saat itu kebahagiaan seolah milik mereka berdua tapi semua keadaan itu berubah 180 derajat. Ternyata wanita pujaan menderita penyakit yang berbahaya dan harus diobati. Akhir cerita pria itu mengorbankan hidupnya untuk menyelamatkan kekasih hatinya.”
Pengembangan :
Bagi novel yang kalian buat itu menjadi beberapa bagian penting,
a. Pertemuan mereka
o Bagaimana mereka bertemu
o Dimana mereka bertemu
b. Kisah Cinta
o Bagaimana mereka bisa jatuh cinta
o Bagaimana pria ini mendekati untuk mendapatkan cinta si wanita
o Bagaimana cara pria ini mengungkapkan cintanya
o Dimana tempat mereka mengungkapkan
o Bagaimana kelanjutan hubungan mereka

c. Sebuah Kenyataan (klimaks)
o Bagaimana pria itu tahu penyakit wanita
o Bagaimana penyakit itu disembuhkan
d. Akhir cerita
o Apa akhir yang diinginkan hapyy atau sedih
Catatan:
Untuk bagian awal novel sebaiknya dituliskan sesuatu yang menarik yang bisa membuat pembaca langsung muncul pertanyaan, kok bisa gitu? Tu tokoh kenapa?
Contoh dari cerita diatas:
Sudah sepuluh tahun berlalu ya? Maaf aku baru bisa kembali menemui dirimu, kata Dini di depan makan seorang yang pernah dicintainya. Seandainya saja dulu aku jujur padamu, kamu pastinya masih bisa tersenyum dan tertawa, ucap Dini yang mulai meneteskan air mata. Dan….
Lalu pada bagian berikutnya kalian tulis cerita yang biasa, misalkan saat mereka pertama kali bertemu dan bagaimana berkenalan.
Contoh diatas bila dibaca akan menimbulkan pertanyaan bagi pembaca dan mereka akan merasa tertarik untuk mengetahui lebih jelasnya dan akhirnya membaca sampai selesai.

***
Ingat :
- Saat membuat novel tak harus selesai dalam satu atau dua hari, bisa jadi satu sampai tiga bulan. Semakin lama novel dibuat biasanya semakin bagus karena aka nada ide-ide baru yang muncul jika dibandingkan menulis novel hanya satu atau dua hari saja.
- Jangan terlalu bermimpi kalau novel yang kita buat akan bisa diterbitin oleh pernerbit. Berpikiran seperti itu boleh saja asal kita tahu batasan kita kalau terlalu berlebihan malah bisa menjatuhkan semangat kita. Kalau pendapat saya, menulis adalah sebuah kebahagiaan jadi saya menulis untuk sebuah kesenangan tak peduli hasil yang kita buat bagus atau tidak, yang penting saya menulis dengan setulus hati
- Jadikan setiap ide menulis hingga selesai walaupun hasilnya jelek karena hal itu akan menambah pengalaman kita dan nantinya tulisan kita akan semakin bagus.
- Menulis itu butuh latihan jadi sering-seringlah menulis dan banyak membaca.
Itu saja sedikit tips menulis dari saya, bila ada kurangnya itu pasti tapi yang penting saya berbagi pengalaman saja.
“Jangan memimpikan tulisan kita akan sehebat tulisan dari tokoh terkenal tapi yakinlah kalau tulisan kita akan lebih hebat dari mereka.”


BAB III
PENUTUP
B. Kesimpulan
Novel adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.
Unsur – Unsur Puisi:
1) Unsur Intrinsik
a. Tema
b. Setting
c. Sudut Pandang
d. Alur / Plot
e. Penokohan
f. Gaya Bahasa
2) Unsur Ekstinsik
Nilai-nilai yang terkandung dalam novel sastra.
- Nilai Sosial
- Nilai Ethik
- Nilai Hedorik
- Nilai Spirit
- Nilai Koleksi
- Nilai Kultural
Jepang adalah tempat lahirnya novel yang pertama. Novel itu berjudul Hikayat Genji, yang ditulis pada abad ke-11 oleh Murasaki Shikibu.
C. Saran
1. Hendaknya dilakukan pembinaan untuk siswa – siswa yang berpotensi dan berminat dalam pembuatan karya tulis, khususnya novel.
2. Hendaknya diadakan semacam kompetisi karya sastra, agar para siswa lebih giat lagi mengembangkan bakat yang ada di dalam dirinya.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/sastra
http://id.wikipedia.org/wiki/novel
http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=AwULVA5XAlAK
http://74.125.153.132/search?q=cache%3AUnAIQJNA50AJ%3Aetd.eprints.ums.ac.id%2F3546%2F1%2FG000050110.pdf+pendahuluan+novel&hl=id&gl=id
http://sobatbaru.blogspot.com/2008/04/pengertian-novel.html
http://www.arumitasakurajuni.com/artikel/10-tips-menulis-novel.html
http://www.arumitasakurajuni.com/artikel/17-tips-menulis-novel-2.html

FOTO KKN

SKRIPSI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra pada umumnya berisi tentang permasalahan yang meleng-kapi kehidupan manusia. Permasalahan itu dapat berupa permasalahan yang ter-jadi pada dirinya, misalnya permasalahan pekerjaan, pendidikan, budaya, dan sosial. Karena itu, karya sastra memiliki dunia yang merupakan hasil dari peng-amatan sastrawan terhadap kehidupan yang diciptakan oleh sastrawan itu baik berupa novel, puisi, maupun drama yang berguna untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius) setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam bentuk tertentu secara sadar (concious) dalam bentuk penciptaan karya sastra. Jadi, proses penciptaan karya sastra terjadi dalam dua tahap, yaitu tahap pertama dalam bentuk meramu gagasan dalam situasi imajinatif dan abstrak, kemudian dipindahkan ke dalam tahap kedua, yaitu penulisan karya sastra yang sifatnya mengonkretkan apa yang sebelumnya dalam bentuk abstrak (Suwardi Endraswara, 2008: 7).
Novel Mahkota Cinta karya Habiburrahman El Shirazy memberikan gambaran kepada pembaca tentang arti penting kehidupan yang serba keras sekarang ini. Dalam Novel MC dikisahkan bahwa kehidupan ”Zul” penuh dengan liku-liku dan rintangan yang harus dilaluinya. Zul menjadi optimisme dan semangat. Bertahun-tahun sebelumnya ia selalu tidur dalam bayang kekhawatiran, rasa takut dan ketidakpastian hidup. Ia mengalami itu sejak Pakdenya, orang yang merawatnya sejak kecil, meninggal saat ia masih di bangku kelas 3 SMA. Sejak itu ia seperti merasakan ketidakpastian hidup. Dengan berusaha tegar ia akhirnya berhasil juga menyelesaikan SMA, bahkan bisa melanjutkan kuliah. Namun, setelah selesai kuliah ia belum juga mantap menapakkan kakinya. Hal itulah yang membuat Zul merantau dari Semarang ke Jakarta, lalu ke Batam, akhirnya ke Malaysia. Hal ini dapat memberikan gambaran kepada pembaca tentang bagai-mana menghadapi kehidupan yang serba keras ini dengan selalu berusaha dan tidak putus asa.
Tokoh ”Siti Martini” dalam novel MC karya HES dikisahkan sebagai seorang janda yang menjadi TKW di Malaysia selalu berusaha tegar dan menjaga kehormatannya, walaupun sudah menikah, Siti Martini belum pernah dijamah oleh mantan suaminya, karena setiap kali mantan suaminya minta berhubungan badan Siti Martini selalu menolaknya. Ketika Siti Martini sudah bekerja di Malaysia tiba-tiba mantan suaminya datang dan meminta Siti Martini untuk melayani nafsu bejatnya, namun Siti Martini tetap menolaknya, karena sudah tidak mukrimnya lagi. Dalam hal ini dapat memberikan gambaran kepada pembaca bahwa seorang jandapun belum tentu kesuciannya sudah terenggut oleh mantan suaminya. Selain itu, menjaga kehormatan itu lebih penting dari apapun.
Dalam novel MC tokoh ”Pak Muslim” dikisahkan seorang bapak yang baik hati, tidak sombong dan suka menolong sesama dan juga seorang ustads. Pak
Muslim sering menasehati Zul ketika Zul mendapatkan masalah. Dalam hal ini
memberikan gambaran kepada pembaca tentang artinya hidup yang harus tolong-menolong antar sesama, walaupun orang tersebut belum mengenal kita.
Dalam Novel MC pengarang menyajikan bobot nilai yang mengandung nilai-nilai psikologi pembangun jiwa. Oleh karena itu, penulis ingin menganalisis Novel MC menggunakan teori psikologi sastra. Analisis ini akan dilakukan dengan menggunakan karakter atau watak yang diperagakan oleh tokoh-tokoh. Watak adalah keseluruhan (totalitas) kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi secara emosional seseorang yang terbentuk selama hidupnya oleh unsur-unsur dari alam yang meliputi: dasar keturunan, faktor-faktor endogen, dan unsur-unsur dari luar yaitu pendidikan, pengalaman, faktor-faktor eksogen (Suryabrata, 2005: 21).
Kelebihan yang dimiliki oleh Habiburrahman El Shirazy dalam penulis-an novel Mahkota Cinta, yaitu dari segi bahasanya yang ”hidup”. Bahasa yang hidup yaitu bahasa yang mudah dipahami dan dicerna maknanya dalam meng-gambarkan suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi dalam cerita. Hal tersebut juga tampak dalam menggambarkan karakter, penggunaan bahasa yang lugas dan mudah dipahami oleh pembaca sehingga dalam menceritakan perasaan dan emosi masing-masing tokoh. Oleh karena itu akan lebih menarik dan tepat jika novel MC karya HES dianalisis dari aspek kepribadian tokoh-tokoh yang ada dalam cerita, dan ilmu psikologi sastra merupakan salah satu media yang tepat digunakan untuk menganalisis kepribadian tokoh-tokoh yang ada dalam novel MC.
Istilah ”psikologi sastra” oleh Wellek dan Warren (dalam Suwardi Endraswara, 2008: 64) :
”Diuraikan dalam bentuk esai kritis yang panjang. Pembaca dapat menyelami betapa pentingnya psikologi sastra untuk menangkap sisi lain dari karya sastra. Pada prinsipnya, psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi; Kedua adalah studi proses kreatif; Ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra; Keempat, mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi sastra). Keempat hal ini sering mewarnai pemikiran pemerhati sastra yang ”coba-coba” ke arah psikologi sastra”

Sastra lahir dari proses imajiner yang syarat muatan kejiwaan. Ketika dada sesak, orang mencipta sastra. Pada waktu duka, lara, sengsara, sastra cair dengan sendirinya. Meskipun jiwa dapat melakukan kebohongan diri dan publik, tetapi ekspresi sulit menyembunyikannya (Suwardi Endraswara, 2008: 87).
Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam sastra. Aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra sebab semata-mata dalam diri manusia itulah aspek kejiwaan dicangkok-kan dan diinvestasikan. Penelitian psikologi sastra dilakukan melalui tiga cara, pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian diadakan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk melakukan analisis. Ketiga berjalan bersama antara menemukan teori dan objek penelitian (sastra). Ketiga jalur analisis ini amat fleksibel. Namun, yang paling penting, peneliti mampu membangun konstruk penelitian yang memadai (Suwardi Endraswara, 2008: 89).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa teori psikologi sastra sangat tepat untuk menganalisis sebuah karya sastra. Oleh karena itu penulis memilih judul ” Analisis Novel Mahkota Cinta karya Habiburrahman El Shirazy Kajian Psikologi Sastra”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan dalam penelitian berjudul Analisis novel Mahkota Cinta karya Habiburrahman El Shirazy cakupannya terlalu luas, dalam hal ini dapat diperoleh gambaran sebagai berikut.
1. Psikologi sastra merupakan studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi.
2. Psikologi sastra merupakan studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang di-terapkan pada karya sastra.
3. Psikologi sastra mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi sastra).
4. Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam sastra.

C. Pembatasan Masalah
Mengingat begitu luasnya masalah yang timbul di dalam penelitian, maka masalah hanya dibatasi pada : Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam sastra yaitu :
1. Aspek psikologi kepribadian tokoh Zul dalam novel Mahkota Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.
2. Aspek psikologi kepribadian tokoh Siti Martini dalam novel Mahkota Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.
3. Aspek psikologi kepribadian tokoh Pak Muslim dalam novel Mahkota Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.

D. Rumusan Masalah
Untuk mencapai hasil penelitian yang maksimal dan terarah, maka diperlukan perumusan masalah dalam sebuah penelitian. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana aspek psikologi kepribadian tokoh Zul dalam novel Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy?
2. Bagaimana aspek psikologi kepribadian tokoh Siti Martini dalam novel Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy?
3. Bagaimana aspek psikologi kepribadian tokoh Pak Muslim dalam novel Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy?

E. Tujuan Penelitian
Penelitian yang baik haruslah memiliki tujuan yang baik dan jelas serta memiliki arah dan tujuan yang tepat. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan aspek psikologi kepribadian tokoh Zul dalam novel Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy.
2. Mendeskripsikan aspek psikologi kepribadian tokoh Siti Martini dalam novel Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy.
3. Mendeskripsikan aspek psikologi kepribadian tokoh Pak Muslim dalam novel Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy.

F. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian ilmiah harus memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis, sehingga teruji kualitas penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti. Adapun manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Secara teoritis manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan terutama di bidang bahasa dan sastra Indonesia serta menambah wawasan dan pengetahuan, bagi penulis dan khususnya kepada pembaca dan pecinta sastra.
Sedangkan secara praktis manfaat hasil penelitian ini adalah sebagai motivasi dan referensi penelitian karya sastra Indonesia agar setelah peneliti melakukan penelitian ini muncul penelitian-penelitian baru sehingga dapat menumbuhkan motivasi dalam kesusastraan serta pembaca diharapkan mampu menangkap maksud dan amanat yang disampaikan penulis dalam novel Mahkota Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.








BAB II
KERANGKA TEORITIS


A. Pengertian Novel
Novel adalah karya sastra berbentuk prosa yang panjang dan mengandung rangkaian cerita mengenai kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya yang menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel mengalami perkembangan yang pesat pada abad ke-18. Kata ”novel” digunakan pertama kali di Italia, yaitu novella (cerita pendek baru yang berisi tentang intrik dan moral yang pantas yang dapat dilihat pada Decameron karya Boccacio (1348-1353). Saat ini, kata ”novella” telah diadaptasi oleh bahasa Inggris menjadi ”novel”. Perancis menyebut novel dengan roman. Sebenarnya, kesusastraan Indonesia mengguna-kan kedua kata tersebut, yaitu novel dan roman. Saat ini, kata novel lebih sering digunakan dibanding kata roman (Sudirdja dan Dedi Fatah Yasin, 2008 : 44).
Sedangkan menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 2009:9), sebutan novel dalam bahasa Inggris, dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle). Secara harfiah novella berarti ’sebuah barang baru yang kecil’, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa’. Istilah novella dan novelle mengan-dung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Burhan Nurgiantoro, 2009: 9-10).
Sementara menurut Aminudin (2002:66) pengertian prosa fiksi adalah
kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita.
Menurut Tarigan (1984:164), novel merupakan karya sastra yang secara etimologi, novel berasal dari bahasa latin novellus yang diturunkan dari kata nouves yang berarti ”baru”. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis-jenis karya sastra lain seperti puisi, drama, dan lain-lainnya, novel merupakan yang paling muda, novel muncul kemudian.
Dalam The American College Dictionary (dalam Tarigan, 1984:164) bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta dengan adegan nyata representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang kacau atau kusut.
Pengertian novel dalam pandangan H. B Jasin (1977:64) menyebutkan bahwa ” Novel sebagai karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang”. Kejadian-kejadian itu berupa perjalanan hidup, percintaan, perselisihan maupun kesedihan yang terjadi pada orang-orang yang diceritakan.
Istilah novel sama dengan istilah roman, kata novel berasal dari bahasa Italia dan berkembang di Inggris dan Amerika Serikat. Roman dan novel mem-punyai perbedaan yakni bentuk novel lebih pendek dibanding dengan roman, tetapi ukuran luasnya unsur cerita hampir sama (Sumardjo dan Saini, 1997: 29).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa novel ialah karya sastra berbentuk prosa fiktif panjang yang mengandung rangkaian cerita mengenai kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya yang melukiskan para tokoh, gerak serta dengan adegan nyata representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang kacau atau kusut dan bentuk novel lebih pendek dibanding dengan roman, tetapi ukuran luasnya unsur cerita hampir sama.

B. Ciri-ciri Novel
Tarigan (1984:165) memberikan batasan ciri-ciri novel adalah jumlah katanya ada 35.000 kata, jumlah halamannya 100 halaman, waktu 120 menit, situasi lebih dari satu situasi, impresi lebih dari satu, efek lebih dari satu, emosi lebih dari satu, skala luas, seleksi luas, kepadatan dan indentitas kurang utama, dan kelajuan cepat.
Dalam hal ini dapat diimplementasikan dalam karya-karya Habiburrahman El Shirazy yang berjudul Mahkota Cinta. Dalam karyanya itu Habiburrahman El Shirazy menceritakan novelnya secara berurutan yang ditata secara rapi, dan juga tentang kejadian-kejadian mulai awal menginjak puncak konflik dan akhirnya dapat diselesaikan atau dipecahkan dengan baik dan bijaksana.

C. Unsur-unsur intrinsik Novel
Unsur-unsur intrinsik novel meliputi : tema, alur, karakter (penokohan), latar atau seting, Berikut akan diuraikan satu per satu.

1. Tema
Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama, yang digunakan sebagai dasar dalam menuliskan cerita. Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan “makna” dalam pengalaman manusia; suatu yang menjadikan suatu pengalaman yang diangkat (Sudirdja dan Dedi Fatah Yasin, 2008: 44).
Kenny dan Stanton (dalam Burhan, 2009:67) mendeskripsikan tentang tema yaitu makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita atau (novel) itu, maka masalah adalah, makna khusus yang mana yang dapat dinyatakan sebagai tema itu. Atau, jika berbagai makna itu dianggap sebagai bagian-bagian tema, sub-sub atau tema-tema tambahan, makna yang manakah dan bagaimanakah yang dapat dianggap sebagai makna pokok sekaligus tema pokok dalam novel yang bersangkutan.
Sedangkan menurut Stanton, (2009:36), tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ’makna’ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang men-jadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang menggam-barkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap diri sendiri, disilusi, atau bahkan usia tua.
Selanjutnya menurut Burhan Nurgiantoro (2009:70), tema dapat di-pandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah karya novel. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain, cerita tentunya akan ”setia” mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga berbagai peristiwa-konflik dan pemilihan berbagai unsur intrinsik yang lain seperti penokohan, pelataran, dan penyudut
pandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah ide atau gagasan pokok dalam sebuah karya sastra yang tergambar dari unsur-unsur yang membentuknya. Tema dapat dikemukakan dengan cara menyimpulkan keseluruhan cerita.
2. Alur
Salah satu elemen terpenting dalam membentuk karya fiksi adalah plot cerita. Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut dengan istilah alur, dalam pengertiannya yang paling umum, plot atau alur sering diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita (Siti Sundari dalam Fananie, 2000: 93).
Alur atau Plot menurut Stanton (dalam Burhan Nurgiantoro, 2009: 113) adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Sementara itu Kenny (dalam Nurgiantoro, 2009: 113) mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.
Sedangkan menurut Sugihastuti, (2002: 36) Plot atau alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama dan menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian. Jalinan peristiwa dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu (pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal atau waktu dan oleh hubungan kausal atau sebab-akibat).
Selanjutnya menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 2009:113) mengemukakan bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan struktur peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Penyajian peristiwa-peristiwa itu, atau secara lebih khusus aksi ‘actions’ tokoh baik yang verbal maupun nonverbal, dalam sebuah karya ber-sifat linear, namun antara peristiwa-peristiwa yang dikemukakan sebelumnya dan sesudahnya belum tentu berhubungan langsung secara logis bersebab-akibat.
Plot menurut Burhan, (2009: 149-150) menjadi lima tahapan yaitu:
a. Tahap situation (penyituasian)


Tahap penyituasian adalah tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain yang terutama, berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.
b. Tahap generating circumstances (pemunculan konflik)

Tahap pemunculan konflik adalah masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awalnya munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Tahap pertama dan kedua pada pembagian ini, tampak-nya, berkesesuaian dengan tahap awal pada penahapan seperti yang di-kemukakan di atas.
c. Tahap ricing action (peningkatan konflik)


Tahap peningkatan konflik adalah tahap dimana konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan semakin dikembangkan intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencengkam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi, internal, eksternal, ataupun keduanya, pertentangan, benturan-benturan antar kepentingan, masalah, dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tak dapat dihindari.
d. Tahap climaks (klimaks)
Tahap klimaks adalah tahap dimana konflik yang atau per-tentangan-pertentangan yang terjadi yang dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks, atau paling tidak dapat ditafsirkan demikan. Tahap ketiga dan keempat pembagian ini tampaknya berkesesuaian dengan tahap tengah penahapan di atas.
e. Tahap denoument (penyelesaian)
Tahap penyelesaian adalah tahap dimana konflik yang telah men-capai klimaks diberi penyelesaian dan ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain, sub-sub konflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada juga diberi jalan keluar dan cerita diakhiri. Tahap ini berkesesuaian dengan tahap akhir di atas.
Selanjutnya menurut Stanton (dalam Burhan Nurgiantoro, 2009: 113) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Sedangkan menurut Kenny (dalam Burhan Nurgiantoro, 2009: 113) mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab kaibat.

Kemudian, menurut Stanton (2007: 26) mengemukakan secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal yang fisik saja seperti tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter, kilasan-kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya, dan segala yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alur me-rupakan jalinan urutan peristiwa yang membentuk cerita, sehingga cerita dapat berjalan beruntun, dari awal sampai akhir, dan pesan-pesan pengarang dapat ditangkap oleh pembaca. Alur juga sebagai suatu jalur lewatnya rentetan peristiwa yang merupakan rangkaian berurutan yang berusaha memecah-kan konflik di dalamnya. Tahapan alur ada 5 yaitu ; 1. Tahap situation; 2. Tahap pemunculan konflik; 3. Tahap peningkatan konflik; 4. Tahap klimaks; dan 5. Tahap penyelesaian.
3. Karakter
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa di dalam cerita. Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh di dalam cerita. Berkaitan dengan tokoh, dikenal tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang senantiasa ada dalam setiap peristiwa, banyak berhubungan dengan tokoh lain, dan paling banyak terlibat dengan tema cerita. Adapun tokoh bawahan adalah tokoh yang menjadi pelengkap dalam cerita (Sudirdja dan Dedi Fatah Yasin 2008: 43).
Istilah “tokoh” menunjukkan pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan: “Siapa tokoh utama novel itu?”, atau, “Ada berapa orang jumlah pelaku novel itu?”, dan sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjukkan pada sikap dan sifat para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi-karakterisasi sering juga disama-kan artinya dengan karakter dan perwatakan, menunjukkan penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti dikatakan (Jones dalam Burhan, 1968: 33), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Burhan, 2009: 165).
Penggunaan istilah “karakter” (character) sendiri dalam berbagai literatur bahasa Inggris menyaran pada dua pengertian berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keingin-an, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Stanton dalam Burhan, 2007: 165).
Dengan demikian, karakter dapat berarti “pelaku cerita” dan dapat pula berarti “perwatakan”. Antara seorang tokoh dengan perwatakan yang di-milikinya memang suatu kepaduan yang utuh. Penyebutan tokoh tertentu tak jarang langsung mengisyaratkan pada kita perwatakan yang dimilikinya. Hal itu terjadi terutama pada tokoh-tokoh cerita yang telah menjadi milik masyarakat, seperti Datuk Maringgih dengan sifat-sifat jahatnya, Tini dengan keegoisannya, Hamlit dengan keragu-raguannya, dan sebagainya (Burhan, 2009: 165).
Tokoh-tokoh cerita dalam cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai tokoh utama-prontagonis-berkembang-tipikal (Burhan, 2009: 176).
Burhan, (2007: 176) membagi kriteria tokoh menjadi beberapa bagian yaitu adanya tokoh utama, tokoh tambahan, tokoh protagonis, antagonis dan tokoh tritagonis. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan pencerita-annya dalam novel yang bersangkutan, ia merupakan tokoh yang paling diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan adalah tokoh yang perannya dalam cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan dan hehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, baik langsung maupun tidak langsung. Tokoh protagonis adalah tokoh yang memerankan watak baik dan tokoh ini biasanya diperankan oleh tokoh utama. Tokoh antagonis adalah tokoh yang memerankan sifat atau watak yang jahat biasanya diperankan oleh tokoh tambahan. Sedangkan tokoh
tritagonis adalah tokoh yang menyelesaikan masalah/ konflik yang terjadi
dalam cerita.
Dengan demikian istilah ”penokohan” lebih luas pengertiannya dari
pada ”tokoh” dan ”perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah
siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
4. Setting
Berhadapan dengan sebuah karya fiksi, pada hakikatnya kita ber-hadapan dengan sebuah dunia dan kemungkinan sebuah dunia yang sudah dilengkapi dengan tokoh penghuni dan permasalahan. Namun, tentu saja, hal itu kurang lengkap sebab tokoh dengan berbagai pengalaman kehidupannya itu memerlukan ruang lingkup, tempat, dan waktu, sebagaimana kehidupan manusia di dunia nyata. Dengan kata lain fiksi sebagai sebuah dunia, disamping membutuhkan tokoh, cerita, dan plot juga perlu latar atau setting.
Setting yang sering disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa dimana peristiwa-peritiwa itu diceritakan (Abrams dalam Burhan, 2009:216).
Pengertian latar menurut Nurgiantoro (2009:217) adalah:
“Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas.Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, men-ciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca, dengan demikian, merasa dipermudah untuk ”mengoperasikan” daya imajinasinya, di samping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuan-nya tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab. Pembaca seolah-olah merasa menemukan dalam cerita itu sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian dari dirinya. Hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengan perwatakannya ke dalam cerita”.

Latar (setting) adalah unsur dalam suatu cerita yang menunjukkan di mana, bagaimana, dan kapan peristiwa-peristiwa dalam cerita itu berlangsung (Sudirdja dan Dedi Fatah Yasin 2008: 43).
Burhan (2009:227) membagi unsur latar yang terdapat dalam karya fiksi menjadi 3 yaitu : a. Latar tempat adalah latar yang menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata; b. Latar waktu ialah berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi; c.Latar sosial ialah menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku ke-hidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia bisa berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong dalam latar spiritual. Di samping itu, latar sosial juga ber-hubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, dan atas.
Sedangkan menurut Stanton (2007:35) mengemukakan bahwa setting adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Setting dapat berwujud dekor seperti sebuah cafe di Paris, pegunungan di California, sebuah jalan buntu di sudut kota Dublin dan sebagainya. Latar atau setting juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat diketahui bahwa latar atau setting adalah lingkungan tempat terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita baik latar ruang, latar waktu, dan latar suasana sosial masyarakat.

D. Pendekatan Psikologi Sastra
Psikologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang objek studinya adalah manusia, karena perkataan psyche atau psicho mengandung pengertian ”jiwa”. Dengan demikian, psikologi mengandung makna ”ilmu pengetahuan tentang jiwa” (Bimo Walgito dalam Suwardi Endraswara, 2008: 93). Dimensi jiwa hanya ada dalam diri manusia. Ini berarti segala aktivitas kehidupan manusia tidak lepas dari dimensi tersebut. Masalahnya, adalah dimensi jiwa yang bagai-mana yang sekarang melanda kehidupan manusia? Apakah jiwa dalam konteks motif, intelegensi, perasaan, fantasi atau jiwa dalam konteks kekuatan atau energi yang terdapat dalam diri manusia sehingga manusia mempunyai kekuatan untuk mempertahankan hidup, berpikir, berperasaan, dan berkehendak.
Istilah ”psikologi sastra” oleh Wellek dan Warren (dalam Suwardi Endraswara, 2008: 64) menguraikan dalam bentuk esai kritis yang panjang yaitu:
”Pembaca dapat menyelami betapa pentingnya psikologi sastra untuk menangkap sisi lain dari karya sastra. Pada prinsipnya, psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi; Kedua adalah studi proses kreatif; Ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra; Keempat, mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi sastra). Keempat hal ini sering mewarnai pemikiran pemerhati sastra yang ”coba-coba” ke arah psikologi sastra.”

Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam sastra. Aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra sebab semata-mata dalam diri manusia itulah aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan. Penelitian psikologi sastra dilakukan melalui tiga cara, pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian diadakan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk melakukan analisis. Ketiga berjalan bersama antara menemukan teori dan objek penelitian (sastra). Ketiga jalur analisis ini amat fleksibel. Namun, yang paling penting, peneliti mampu membangun konstruk
penelitian yang memadai (Suwardi Endraswara, 2008: 89).
Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologis, sebab sebagaimana sudah dipahami, sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni (art), sedangkan psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental. Meski keduanya berbeda, tetapi memiliki titik temu atau kesamaan, yakni keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber penelitian. Bicara tentang manusia, psikologi jelas terlibat erat karena psikologi mempelajari perilaku. Perilaku manusia tidak lepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya. Pendapat ini memberikan pemahaman luas bahwa penelitian sastra membutuhkan cara
pandang psikologi sastra (Siswantoro dalam Suwardi Endraswara, 2008:180).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian psikologi sastra adalah suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra sebagai suatu karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan yang di-perankan oleh tokoh-tokoh imajiner yang ada di dalamnya atau mungkin juga di-perankan oleh tokoh-tokoh faktual. Hal ini merangsang untuk melakukan pen-jelajahan ke dalam batin atau kejiwaan untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk-beluk manusia yang beraneka ragam. Oleh karena itu, analisis Novel Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy, tinjauan psikologi sastra menggunakan pendekatan teori psikotekstual (tertulis), yaitu mengkaji aspek kepribadian tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra.
Teori psikotekstual adalah teori psikologi sastra dari aspek teks. Teks menjadi tumpuan utama. Penelitian teks sastra, menurut Barthes dalam Suwardi Endraswara, (2008:97) cukup luas cakupannya yaitu :
”Penelitian teks tidak hanya membedah sastra sebagai struktur, tetapi juga unsur pembentuk sastra itu. Bagaimana sastra itu dihasilkan, sampai dampaknya pada pembaca. Gagasan ini sebenarnya meng-insyaratkan bahwa teks sastra boleh dibaca dalam sekian hal. Termasuk di dalamnya membaca teks secara psikologis. Jadi, penelitian tekstual dalam konteks psikologi sastra juga lebar wilayahnya.”

Pada bagian lain, Suwonndo dalam Suwardi Endraswara, (2008:97) menekankan studi sastra hendaknya mengikuti lima kode, yaitu aksi, teka-teki, budaya, konotasi, dan simbol. Kode-kode ini memang tidak langsung merujuk pada konsep tekstual psikologi sastra. Meskipun demikian, psikologi sastra pun sebenarnya tak lepas dari penelitian kode tersebut. Kejiwaan manusia tidak akan lepas dari kode-kode itu. Jiwa manusia tidak bisa steril dari kode-kode analitik demikian.
Teori penelitian tekstual menurut Roekhan dalam Suwardi Endraswara, (2008:97-98) menyatakan :
”Tidak hanya masalah teori yang dia kemukakan, melainkan sampai pada contoh penelitian, terutama pembahasan teks sastra dengan psikologi behavioral. Meskipun gagasan dia bukanlah ahli yang pertama kali karena sebelumnya telah diawali oleh Hutagalung ketika membahas novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mokhtar Lubis, tetap dapat dijadikan pijakan penelitian psikologis. Penelitian penokohan semacam ini berkiblat penuh pada sastra sebagai tekstual. Penelitian tekstual memang sebenarnya telah dilakukan oleh kaum strukturalis, namun ada perbedaan pandangan dengan pskilogi sastra. Strukturalis pun ada yang murni, genetik, dan dinamik. Psikologi tekstual sastra lebih dekat dengan struktural genetik dan dinamik dengan kacamata psikologis.”

Menurut Roekhan, hadirnya penelitian yang bersifat tekstual dalam psikologi sastra, yakni penelitian terhadap aspek psikologis sang tokoh dalam karya sastra, lebih kemudian dibandingkan dengan dua pendekatan yang lain, yakni :
1. Pendekatan ekspresif yang mengkaji aspek psikologi sang penulis ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat karya ciptaanya, baik dalam kaitannya penulis sebagai pribadi maupun penulis sebagai wakil masyarakatnya (sebagi tipe, maupun yang berhubungan dengan proses kreatif yang ditempuhnya);
2. Pendekatan reseptif pragmatis yang mengkaji aspek psikologis sang pembaca sebagai penikmat karya yang terbentuk dari pengaruh karya sastra yang dibacanya, serta proses resepsi yang ditempuh pembaca dalam upaya memahami karya sastra.
Kehadiran penelitian tekstual ini bermula dari munculnya rasa tidak puas dari sekelompok pengkaji sastra terhadap pendekatan ekspresif dan pendekatan reseptif pragmatis yang telah ada. Ketidakpuasan tersebut dilatari oleh alasan bahwa 1. penelitian ekspresif dan reseptif pragmatis tidak menggunakan karya sastra sebagai objek penelitiannya, tetapi justru menempatkan penulis dan pembaca karya sastra sebagai gantinya. Dengan demikian, kehadirannya sebagai bagian dari studi sastra masih diragukan; 2. penelitian ekspresif dan reseptif pragmatis cenderung menyeret penelaah sastra untuk melakukan ”Kesalahan genetis”, yakni terjadinya kecenderungan penelaah sastra menentukan nilai sebuah karya sastra dengan mendasarkan diri pada otoritas maksud penulis sebagai peng-hasil karya. Akibatnya, karya sastra hanya boleh (sahih) ditafsirkan berdasarkan keterangan dari penulis semata. Selain itu, penelitian ini sering menyeret penelaah pada ”kesalahan fungsional”, yakni kesalahan yang berupa penentuan nilai sebuah karya berdasarkan bermanfaat atau tidaknya sebuah karya bagi masyarakat pembaca. Sebuah karya dikatakan bernilai apabila mampu memberikan manfaat tertentu pada masyarakat pembacanya. Sebaliknya, sebuah karya dikatakan tidak bernilai sastra kalau tidak memberikan manfaat apa-apa pada masyarakat pembacanya, dan karya-karya yang bervisi ”sakramental”. Misalnya, sebuah karya dikatakan bernilai kalau dapat dijadikan cermin oleh pembaca untuk mem-pertebal iman, menyucikan batin, memperluas wawasan, dan sebagainya.
Namun, dengan semakin berkembangnya pendekatan psikologi dalam studi sastra, semakin mantap pula sosok pribadinya. Akhir-akhir ini, dengan dihadirkannya psikologi sastra sebagai sebuah mata kuliah yang mandiri pada Fakultas-fakultas Sastra, dan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (yakni Jurusan Sastra, dan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), sosok psikologi sastra tak lagi dianggap sebagai bagian dari studi kritik sastra, namun sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri.
Sehubungan dengan kondisi di atas, pendekatan ekspresif dan pen-dekatan reseptif pragmatis yang tersisih dan nyaris hilang karena tergeser oleh kepopuleran pendekatan tekstual, kembali terangkat dalam percaturan studi psikologi sastra dalam mendapatkan kedudukan yang proporsional, sejajar dengan pendekatan tekstual. Dengan demikian, psikologi sastra sebagai sebuah disiplin ditopang oleh tiga pendekatan studi, yaitu 1. pendekatan ekspresif yang mengkaji aspek psikologis penulis dalam proses kreatif yang terproyeksi lewat karya ciptaannya, 2. pendekatan tekstual yang mengkaji aspek psikologis sang tokoh dalam karya sastra, dan 3. pendekatan reseptif pragmatis yang mengkaji aspek psikologis pembaca yang terbentuk setelah melakukan dialog dengan karya sastra yang dinikmatinya, serta proses rekreatif yang ditempuh dalam menghayati teks sastra.
Dengan demikian, teori yang digunakan peneliti dalam menganalisis novel Mahkota Cinta karya Habiburrahman El Shirazy kajian psikologi sastra meng-gunakan teori pendekatan psikotekstual, yakni mengkaji aspek psikologis sang tokoh dalam karya sastra.
Dari beberapa penjelasan di atas, cukup bisa dipahami bahwa penelitian tekstual berkutat pada tokoh. Beberapa teori analisis bisa digunakan dalam studi teks ini. Yang penting, penelitian dengan teori tekstual lepas dari hal ihwal dibalik latar belakang psikologis pengarang. Tekstual juga tidak memperhatikan konteks pembaca. Meskipun sering kali ada analogi-analogi, tetapi paparan tetap tercurah pada karya sastra itu sendiri. Sorotan masalah tokoh dipandang dari teori psikologi.
Begitulah sistem psikotekstual. Teks menjadi endapan kejiwaan. Teks selalu dipandang sebagai simpanan jiwa. Gejolak jiwa dari yang sederhana sampai ke kompleks, menjadi ruh teks. Jiwa akan menghidupkan teks. Maka, penelitian psikoteks bertumpu dari teks untuk mencermati derap kejiwaan.
Sedangkan teknik analisis psikologi sastra yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis interpretasi psikologis. Menurut Luxemburg, dkk dalam Suwardi Endraswara, 2008:74) adalah proses membaca dan menjelas-kan teks yang lebih sistematis dan lengkap. Pendapat ini memang benar karena membaca dan interpretasi tidak bisa lepas dari sebuah sistem. Sistem sastra akan masuk dalam kedua kegiatan tersebut. Kelengkapan dalam interpretasi amat relatif karena karya sastra itu sendiri multitafsir. Namun, dalam kaitannya dengan aspek psikologis, kiranya interpretasi perlu diarahkan ke aspek kejiwaan. Jadi, interpretasi psikologis menjadi wajib dalam unsur kejiawaan secara total.
Interpretasi sering disebut juga hermeneutik. Artinya, penafsiran pada karya sastra secara mendalam. Interpretasi memerlukan indikator dan data yang jelas. Data yang dimaksud adalah fakta psikologi. Fakta-fakta ini ditafsirkan secara psikologis sehingga membentuk keutuhan makna. Dengan perkataan lain, psikologi sastra adalah suatu disiplin yang menganggap bahwa sastra memuat unsur-unsur psikologis. Sementara itu, Quthub dalam Sangidu (2007:30) ber-pendapat bahwa pendekatan psikologi terhadap sastra adalah suatu pendekatan yang menggambarkan perasaan dan emosi pengarangnya. Untuk menganilisis teks sastra yang mengandung perasaan dan emosi pengarang, diperlukan bantuan ilmu psikologi.
Semua teori di atas dikaitkan dengan psikologi pengarang. Proses kreatifnya merupakan wilayah penelitian dan penyelidikan psikologi. Psikologi dapat mengklasifikasikan pengarang berdasarkan tipe psikologi dan fisiologinya. Mereka bisa menguraikan kelainan jiwanya, bahkan meneliti alam bawah sadarnya. Bukti-bukti untuk diambil dari dokumen di luar sastra atau dari karya sastra sendiri. Untuk menginterpretasikan karya sastra sebagai bukti psikologi, piskolog perlu mencocokkannya dengan dokumen-dokumen di luar sastra.
Sebaliknya, apakah psikologi juga dapat dipakai menginterpretasikan dan menilai karya sastra, psikologi dapat menjelaskan proses kreatif. Seperti telah dilihat di atas, metode pengarang banyak diperhatikan dalam psikologi. Juga kebiasaan pengarang merevisi dan menulis kembali karyanya. Ada studi genesis karya, tehap awal, buram, dan bagian-bagian yang dibuang. Namun, relevansi informasi semacam ini, terutama anekdot tentang kebiasaan pengarang untuk kritik sastra terlalu dibesar-besarkan. Yang lebih bermanfaat adalah studi tentang perbaikan naskah, koreksi, dan seterusnya karena jika dipakai dengan tepat dapat membantu kita melihat mana keretakan (fissure), ketidakteraturan, perubahan, dan distorsi yang sangat penting dalam suatu karya sastra. Dalam menganalisis cara Proust menulis novelnya, Feuillerat menguraikan beberapa teks volume terakhir. Dengan demikian dapat dilihat adanya lapisan-lapisan yang berbeda dalam teks.
Dalam kaitannya dengan teks sastra, menurut Felman dalam Suwardi Endraswara (2008:75) menyatakan :
”Penafsiran psikologi sastra seharusnya tetap berusaha ”menjelaskan” dan mengaktualisasikan” teks. Teks sebenarnya dungu, bisu ketika belum diinterpretasikan. Teks menjadi bermakna lewat interpretasi. Penilaian teks sastra pun demikian halnya, bisa menyatakan apa saja. Namun, kalau lebih serius mempelajari buram, coretan, potongan, dan karya-karya yang dibuang, terpaksa menyimpulkan bahwa sebetulnya semua itu tidak terlalu penting dalam memahami dan menilai karya yang sudah jadi. Yang bisa didapatkan hanyalah sejumlah alternatif yang bisa menjelaskan mutu teks yang ditulis paling akhir. Akan tetapi, pilihan-pilihan itu sebenarnya dapat dibuat sendiri, meskipun mungkin tidak pernah terlintas dalam benak pengarangnya.”

Seandainya pun seorang pengarang berhasil membuat tokoh-tokohnya berlaku sesuai dengan ”kebenaran psikologis”, perlu dipertanyakan apakah kebenaran semacam itu bernilai artistik. Banyak karya besar yang menyimpang dari standar psikologi sezaman atau sesudahnya. Karya sastra menyajikan situasi-situasi yang terkandung tidak masuk akal dan motif-motif yang terkadang fantastis. Seperti halnya tuntutan kebenaran psikologis adalah standar yang tidak absah. Pada kasus-kasus tertentu,memang pemikiran psikologi menambah nilai artistik karena menunjang koherensi dan kompleksitas karya. Namun, pemikiran psikologi dalam karya sastra tidak hanya dicapai melalui pengetahuan psikologi saja. Pengetahuan teori psikologi yang sadar dan sistematis mengenai pikiran manusia tidak penting untuk seni dan tidak bernilai seni.
Seniman-seniman tertentu, psikologi membantu mengentalkan kepekaan mereka pada kenyataan, mempertajam kemampuan, pengamatan, dan memberi kesempatan untuk menjajaki pola-pola yang belum terjamah sebelumnya. Namun, psikologi itu sendiri baru merupakan suatu persiapan penciptaaan. Dalam karya sastra, kebenaran psikologis baru mempunyai nilai artistik jika ia menambah koherensi dan kompleksitas karya. Dengan kata lain, jika kebenaran psikologis itu sendiri merupakan suatu karya seni.
Interpretasi di atas menunjukkan pertimbangan matang dalam hal psikologis. Makna psikologis dikaitkan dengan unsur pembangun sastra. Aspek-aspek dalam tubuh sastra dan di luar tubuh sastra diselaraskan secara psikologis. Dalam kaitan ini kesadaran dan ketaksadaran dilihat sebagai pancaran jiwa estetis. Tiap pengarang akan menyuguhkan jutaan bahkan wilayah alternatif makna. Seluruh signifikasi makna tergantung kemampuan peneliti memanfaatkan fakta yang ada.

E. Psikologi Kepribadian Sigmund Freud
Kata kepribadian berasal dari kata Personality (bhs. Inggris) yang berasal dari Persona (bhs. Latin) yang berarti kedok atau topeng. Tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk meng-gambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang. Hal itu dilakukan karena ter-dapat ciri-ciri yang khas, ataupun yang kurang baik. Misalnya untuk membawa-kan kepribadian yang angkara murka, serakah, dan sebagainya sering ditopeng-kan dengan gambar raksasa, sedang untuk perilaku yang baik, budiluhur, suka menolong, berani berkorban, dan sebagainya ditopengkan dengan seorang ksatria, dan sebagainya (Agus Sujanto, dkk, 2006: 10).
Menurut Alwisol (2010:1), teori psikologi kepribadian bersifat deskriptif dalam wujud penggambaran tingkah laku secara sistematis dan mudah dipahami. Kepribadian adalah ranah kajian psikologi, pemahaman tingkah laku, pikiran, perasaan kegiatan manusia memakai sistematik metode dan rasional disiplin ilmu yang lain seperti ilmu ekonomi biologi atau sejarah, bukan teori psikologi ke-pribadian. Teori psikologi kepribadian itu mempelajari individu secara spesifik, siapa dia, apa yang dimilikinya, dan apa yang dikerjakannya. Analisis terhadap selain individu (misalnya kelompok, bangsa, binatang atau mesin) berarti memandang mereka sebagai individu, bukan sebaliknya (Alwisol, 2007: 2).
Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaan- keberadaan manusia menjadi satu kesatuan, tidak terpecah-pecah dalam fungsi-fungsi, memahami kepribadian berarti memahami aku, diri, self, atau memahami manusia seutuhnya. Hal terpenting yang harus diketahui dengan pemahaman kepribadian adalah bahwa pemahaman itu sangat dipengaruhi paradigma yang dipakai sebagai acuan untuk mengembangkan teori itu sendiri (Alwisol, 2010: 2).
Dalam psikologi kepribadian Sigmund Freud berpendapat manusia sebagai sistem yang kompleks memiliki energi untuk berbagai tujuan seperti bernafas, bergerak, mengamati, dan mengingat. Kegiatan psikologik juga mem-butuhkan energi. Yang disebutnya energi psikis (psychic energy) energi yang ditranform dari energi fisik melalui id beserta insting-instingnya. Ini sesuai dengan kaidah fisika, bahwa energi tidak dapat hilang tetapi dapat pindah dan berubah bentuk (Freud dalam Alwisol, 2010: 18).
Dalam teori kepribadian Sigmund Freud yang lebih dikedepankan adalah pada pembahasan id, ego dan super ego. Id adalah sistem kepribadian yang asli dibawa sejak lahir. Dari id akan muncul ego dan super ego. Id berisi semua aspek psikologis yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah tak sadar (unconscious). Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure prinsiple) yaitu berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit.
Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian yang memiliki dua tugas utama; Pertama, memilih stimulasi mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif ke-pribadian berusaha memenuhi kebutuhan id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan berkembang mencapai kesempurnaan dari super ego, ego sebenarnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id.
Super ego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang ber-operasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari ego. Super ego berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak memiliki energi sendiri. Sama dengan ego, super ego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun, berbeda dengan ego, dia tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan id) sehingga kebutuhan ke-sempurnaan yang diperjuangkan tidak realistis (id tidak realistis dalam mem-perjuangkan kenikmatan).
Selanjutnya tokoh-tokoh dalam novel MC karya HES ini akan dianalisis aspek kepribadian tokoh-tokoh menggunakan teori kepribadian Sigmund Freud. Dalam hal teori psikologi kepribadian Freud membagi dinamika kepribadian yang ada dalam diri manusia menjadi bagian-bagian yang saling berhubungan yaitu, insting (instinct), distribusi dan pemakaian energi pada id, ego dan super ego, kecemasan (anxiety), dan pertahanan (defense).
1. Insting (instinct)
Menurut Freud (dalam Alwisol 2010: 18), insting adalah perwujudan psikologik dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan misalnya insting lapar berasal dari kebutuhan tubuh yang kekurangan nutrisi yang secara jiwani maujud dalam bentuk keinginan makan. Hasrat atau motivasi atau dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi psikis dan kumpulan energi dari kumpulan energi dari seluruh insting yang dimiliki seorang merupakan energi yang tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian.
Sumber insting adalah kondisi jasmani dan kebutuhan. Tubuh menuntut keadaan yang seimbang terus menerus, dan kekurangan nutrisi misalnya akan mengganggu keseimbangan sehingga memunculkan insting lapar. Sepanjang hayat sumber insting bersifat konstant, tidak berubah kecuali perubahan akibat kemasakan. Kemasakan akan memgembangkan kebutuhan jasmaniah yang baru, dan dari sana dapat timbul insting-insting yang baru pula. (Freud dalam Alwisol, 2010: 18).
Dalam hal ini Freud membagi insting menjadi dua jenis yaitu insting hidup dan insting mati.
a. Insting Hidup
Freud mengajukan dua kategori umum, instng hidup (life instinct) dan insting mati (death instinct) insting hidup disebut juga eros adalah dorongan yang menjamin survival dan reproduksi, seperti lapar, haus, dan seks. Energi yang dipakai oleh insting hidup disebut libido. Menurut insting seks bukan hanya berkenaan dengan kenikmatan organ seksual tetapi berhubungan dengan kepuasan yang diperoleh dari bagian tubuh lainnya yang dinamakan daerah erogen (erogenous zone); suatu daerah atau bagian tubuh yang peka dan perangsangan pada daerah itu akan menimbulkan kepuasan dan menghilangkan ketegagan.
Sepanjang usia bayi yang perhatiannya tertuju pada dirinya sendiri (self contered), libido ditujukan kepada segi yang berarti individu memperoleh kepuasan dengan mengenal dirinya sendiri, dinamakan Freud narkisme primer (primary narcissesm) atau libibo narcissesm, semua individu mengalami gejala narkisisme ini. Menurut objek diluar diri, libido narkisisme berubah menjadi libido objek. Pada usia puberitas sering pada individu tertentu perhatian lebih tertuju kepada tampang diri dan interes dirinya sendiri. Gejala ini kemudian disebut secondary narcissism. Libido yang ditujukan kepada orang lain, itulah cinta (love) (Freud dalam Alwisol, 2010: 23).
b. Insting Mati
Menurut Freud tujuan semua kehidupan adalah kematian, dorongan agresif (aggressive drive) adalah derivatif insting mati yang ter-penting. Insting mati mendorong seseorang untuk merusak dirinya sendiri dan dorongan agresif merupakan bentuk penyaluran agar orang tidak membunuh dirinya sendiri.
Untuk memelihara diri, insting hidup umumnya melawan insting mati itu dengan mengarahkan energinya keluar, ditujukan orang lain. Sebagian energi agresi ini kemudian dapat disalurkan ke kegiatan yang dapat diterima lingkungan sosial, seperti pengawasan lingkungan (oleh polisi), dan olah raga. Ada juga yang tersalur dalam ekspresi yang di-lemahkan seperti menghukum atau menyalahkan diri sendiri, menyiksa diri sendiri dengan bekerja lebih keras dan sikap merendah/meminta maaf.

2. Distribusi dan Pemakaian Energi pada Id, Ego dan Super Ego

Dinamika kepribadian ditentukan cara energi psikis didistribusi dan di-pakai oleh id, ego, dan super ego. Jumlah energi psikis terbatas dan ketiga unsur struktur itu bersaing untuk mendapatkannya, kalau salah satu unsur menjadi lebih kuat maka dua yang lain menjadi lemah, kecuali ada energi baru yang dipindahkan atau ditambah ke sistem itu (Freud dalam Alwisol, 2010: 20).
Pada mulanya, seluruh energi psikis menjadi milik id dan dipakai untuk memenuhi hasrat (wishful fillment) melalui aksi reflek, proses primer. Energi itu diinvestasikan (cathects) kepada suatu objek yang memuaskan hasrat. Namun, karena proses primer tidak dapat membedakan objek-objek secara objektif, sifat energi menjadi tidak stabil atau mudah dipindah dari objek satu ke objek yang lain (Alwisol, 2010: 20).
Freud berpendapat, distribusi dan pemakaian energi ada tiga yaitu : Id, Ego dan Super Ego. Berikut ini akan diuraikan satu per satu.
a. Id

Id adalah sistem kepribadian yang asli dibawa sejak lahir. Dan dari id akan muncul ego dan super ego. Id berisi semua aspek psikologis yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah tak sadar (unconscious). Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure prinsiple) yaitu berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit.
b. Ego
Dalam hal ini Freud menjelaskan secara gamblang dan paling jelas, barang kali dalam kalimat: “Di mana ada id, di situ ada ego.” Tujuannya adalah tercapainya dominasi atas hasrat-hasrat irasional dan bawah sadar oleh nalar. Pembebasan manusia dari bawah sadar (the uconscious). Dalam batas-batas kemungkinan manusia (tanpa disadari oleh manusia).
Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian yang memiliki dua tugas utama; Pertama, memilih stimulasi mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuh-an. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan berkembang mencapai ke-sempurnaan dari super ego, ego sebenarnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak memilikienergi sendiri akan memperoleh energi
dari id.
c. Super Ego
Super ego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari ego. Super ego ber-kembang dari ego, dan seperti ego dia tidak memiliki energi sendiri. Sama dengan ego, super ego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego, dia tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan id) sehingga kebutuhan kesempurnaan yang diperjuangkan tidak realistis (id tidak realistis dalam memperjuangkan kenikmatan).

3. Kecemasan
Horney(dalam Alwisol, 2004:161) sebagai pengikut Freud meng-gunakan bahwa kecemasan berasal dari kata takut; suatu peningkatan yang berbahaya dari perasaan tidak berteman dan tidak berdaya dalam dunia penuh ancaman. Kecemasan dasar selalu dibarengi oleh permusuhan dasar, berasal dari perasaan marah suatu prodisposisi untuk mengantisipasi bahaya dari orang lain dan untuk mencurigai orang lain itu. Bersama-sama kecemasan dan permusuhan membuat orang yakin bahwa dirinya harus dijaga untuk melindungi keamanannya.
Kecemasan adalah variabel penting dari hampir semua teori kepri-badian. Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian dari ke-hidupan yang tak terhindarkan, dipandang sebagai dinamika kepribadian yang utama, kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptasi yang sesuai. Kecemasan akan timbul manakala orang tidak siap menghadapi ancaman.
Freud dalam Alwisol, (2010:22) mengemukakan tiga jenis kecemas-an: yaitu realitic anxiety, neurotic anxiety, dan moral anxiety. Kecemasan realistik adalah takut kepada bahaya yang nyata ada di dunia luar. Kecemasan realistik ini akan menjadi asal muasal timbulnya kecemasan neurotik dan ke-cemasan moral. Kecemasan neurotik adalah ketakutan terhadap hukuman yang bakal diterima jadi masih bersifat khayalan, sedangkan kecemasan moral timbul ketika orang standar nilai dari norma yang ada. Kecemasan moral dan kecemasan neurik tampak mirip, tetapi memiliki perbedaan prinsip yakni; tingkat kontrol ego, pada kecemasan moral orang tetap rasional dalam me-mikirkan masalah berkat energi super ego, sedangkan pada kecemasan neurotik orang dalam keadaan distres, terkadang panik sehingga mereka tidak dapat berpikir jelas dengan energi id menghambat penderita kecemasan neurotik membedakan antara khayalan dengan realita.

4. Pertahanan

Fungsi utama psikodinamik kecemasan adalah membantu individu menolak impuls yang dikehendaki masuk kesadaran, dan memberi kepuasan kepada impuls itu secara tidak langsung. Bagi Freud, mekanisme pertahanan adalah strategi yang dipakai individu untuk bertahan melawan ekspresi impuls id serta menentang tekanan super ego.
Freud dalam Alwisol (2010: 23) membagi defense menjadi beberapa mekanisme, namun menurut Freud, jarang ada orang yang memakai hanya satu mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari kecemasan, umumnya orang memakai beberapa mekanisme pertahanan. Adapun mekanisme tersebut dapat dilihat dari peranan penolakan, pengingkaran, dan penahanan. Dari ketiga mekanisme itulah yang paling berperan dalam pertahanan.
Penolakan (Escaping-Avoiding) adalah melarikan diri atau menghindar atau menolak stimulus eksternal secara fisik agar emosi yang tidak me-nyenangkan tidak timbul. Pengingkaran (negation) adalah impuls-impuls yang direspon diekspresikan dalam bentuk yang negatif, semacam deniel terhadap impuls/drive, impuls-id yang menimbulkan ancaman oleh ego diingkari dengan memikirkan hal itu tidak ada. Penahanan diri (ego restraction) adalah suatu keadaan yang menolak usaha berprestasi, dengan menganggap situasi yang melibatkan usaha itu tidak ada, karena cemas kalau-kalau hasilnya buruk atau negatif.
Pembagian dalam hal pertahanan ini dibagi dalam Penolakan (Escaping-Avoiding) adalah melarikan diri atau menghindar atau menolak stimulus eksternal secara fisik agar emosi yang tidak menyenangkan tidak timbul.
Pengingkaran (negation) adalah impuls-impuls yang direspon diekspresikan dalam bentuk yang negatif, semacam deniel terhadap impuls/ drive, impuls id yang menimbulkan ancaman oleh ego diingkari dengan memikirkan hal itu tidak ada.
Penahanan diri (ego restraction) adalah suatu keadaan yang menolak usaha berprestasi, dengan menganggap situasi yang melibatkan usaha itu tidak ada, karena cemas kalau-kalau hasilnya buruk atau negatif.
















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ilmiah merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Suatu penelitian harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain adanya suatu objek penelitian, tersusun secara sistematis, serta dilakukan sesuai dengan sifat dan kondisi penelitian itu sendiri.
A. Metode Penelitian
Setiap penelitian tidak terlepas dari metode, metode penelitian adalah cara berpikir dengan menggunakan langkah-langkah sistematis dalam pene-litian. Metode penelitian tidak bisa diterapkan untuk pembahasan semua objek, metode penelitian harus disesuaikan dengan objek penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode pe-nelitian kualitatif deskriptif. Metode penelitian kualitatif deskriptif yaitu metode penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi peneliti juga menyajikan data, menganalisis dan menginterprestasi. Penelitian deskriptif bertujuan untuk pemecahan masalah secara sistematis dan faktual mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi (Cholid Narbuko dan H. Achmadi, 2003: 44).
Menurut Moeleong (2005: 6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Sedangkan menurut Nawawi (1991:63) penelitian kualitatif deskriptif ialah sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek penelitian (seseorang lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Dalam penelitian ini data yang dihasilkan berupa kata-kata tertulis atau tepatnya kata-kata/kalimat. Kalimat yang berasal dari novel dan data kepustakaan. Analisis deskriptif yang digunakan adalah dengan cara mendeskripsikan, meng-gambarkan atau melukiskan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis deskriptif ini meliputi pengumpulan data, penyusunan data dan interprestasi data yang diperoleh dari penelitian.

B. Sumber Data
Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder, sumber data primer merupakan sumber data utama (Siswantoro, 2004: 140) Sumber data ini adalah novel Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy yang diterbitkan oleh penerbit Republika, Jakarta tahun 2008 cetakan pertama.
Sumber sekunder merupakan sumber data kedua (Siswantoro, 2004: 140). Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu data-data yang bersumber dari beberapa sumber selain sumber data primer atau acuan yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Adapun sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; buku-buku acuan, majalah dan hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian.

C. Teknik pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan mengguna-kan metode pustaka. Melalui kepustakaan diusahakan mencari, mengumpulkan, membaca dan mempelajari buku-buku atau tulisan yang berhubungan dengan objek penelitian. Sedangkan teknik simak dan catat adalah peneliti mengadakan penyimakan terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan objek penelitian dan tujuan penelitian Subroto, (1989: 41-42).

D. Teknik Analisis Data

Dalam teknik analisa data, dipakai metode dialektik yaitu seni berpikir secara teratur, logis dan berpikir teliti yang diawali dengan tesis, antitesis (KBBI:23). Metode dialektik bermula dari berpikir pada makna yang korulen Goldman dalam Faruk, (1988: 103). Metode ini menggabungkan teks sebagai titik awal dan akhir dalam penelitian.
Prinsip metode dialektik adalah pengalaman mengenai fakta-fakta kemanusiaan akan tetap abstrak apabila tidak dibuat konkret dengan meng-integrasikan ke dalam keseluruhannya Goldman dalam Faruk (1988:103).
Berdasarkan hal di atas, karya sastra sebagai struktur yang korulen merupakan kesatuan yang dibangun dari bagian-bagian yang lebih kecil, oleh sebab itu pemahamannya dapat dilakukan dengan konsep keseluruhan bagian. Dengan demikian teks karya sastra merupakan himpunan karya sastra dalam analisis ini Goldman dalam Faruk, (1988: 105). Pelaksanaan pengumpulan data dan analisis data menggunakan metode kualitatif dan kajian pustaka yaitu buku-buku, majalah, novel sebagai sumber data.

E. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah aspek psikologi kepribadian tokoh Zul, Siti Martini, dan Pak Muslim dalam novel Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy yang diterbitkan oleh penerbit Republika Jakarta. 2008 cetakan pertama.













BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan : aspek psikologi kepribadian tokoh Zul, aspek psikologi kepribadian tokoh Siti Martini, dan aspek psikologi kepribadian tokoh Pak Muslim dalam novel Mahkota Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.
A. Aspek psikologi kepribadian tokoh Zul
Kepribadian adalah mencakup keseluruhan pikiran, perasaan dan tingkah laku, kesadaran dan ketidaksadaran. Kepribadian membimbing orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik.
Psikologi kepribadian tokoh Zul yang terdapat dalam novel Mahkota Cinta meliputi :
1. Insting
Insting adalah perwujudan psikologik dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan. Insting dibedakan menjadi dua yaitu : insting hidup dan insting mati. Insting hidup ialah dorongan yang menjamin survival atau kebutuhan dan reproduksi, seperti lapar, haus, dan seks. Insting hidup yang dimiliki oleh tokoh Zul di antaranya ialah adanya perasaan cinta, ingin menjadi pelindung wanita, dan kebutuhan akan perhatian dari Siti Martini. Hal itu dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut ini.
”Sudahlah Dik, ayo ikut saya saja. Besok kau bisa pergi ke mana kau suka. Ayo!” Kata Mari dengan tegas seraya bergegas keluar terminal. Ketegasan kata-kata Mari membuat Zul seolah menemukan pilihan terbaik. Ia pun mengikuti langkah Mari. Mereka keluar menyeberangi jalan raya. Mari berjalan dengan cepat meskipun ia harus menyeret tas kopernya. Zul berusaha mengimbagi di sampingnya. (MC: 18)
Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa rasa cinta itu muncul dalam diri Zul, meskipun rasa cinta itu belum ada dalam diri ”Siti Martini”.
Dalam konteks lain Zul juga merasakan kebahagiaan karena sudah menyelamatkan Siti Martini dari kejahatan mantan suaminya, yaitu hampir saja Siti Martini direbut mahkota kegadisannya oleh mantan suaminya yang bernama Warkum. Hal ini dapat dilihat dari kutipan novel berikut.
”Zul, kau luka Zul! Kau berdarah Zul, ya Allah ya Rabbi!” Ucap Mar setengah berteriak. Zul mengerjapkan matanya. Dan langsung menyahut, ”Ah tidak apa-apa kok Mbak. Cuma luka kecil saja.” (MC:72).
”Tapi darahnya sampai mengalir ke dagu begitu. Harus segera diusap dan dibersihkan. Sebentar Zul.” Mari kembali ke kamarnya. Ia mengambil kapas dan obat merah. ”Sini Zul biar aku bersihkan dan aku obati!” Kata Mari lagi sambil membawa kapas dan obat merah.’(MC:73)
”Kau harus tahu Zul, selama ini betapa mati-matian aku menjaga mahkota ini. Betapa mati-matian aku menjaga iman ini. Godaan, bujuk rayu datang setiap saat. Alhamdulillah aku kuat. Tiba-tiba si W itu datang mau merenggut mahkota itu. Dan mahkota kesucian yang lebih berharga dari nyawaku sendiri itu nyaris ternistakan, kalau saja kau tidak datang. Inilah Zul sesungguhnya yang aku alami. Inilah Zul yang harus kamu tahu, kau telah menyelamatkan kesucianku, kegadisanku. Aku benar-benar berhutang budi padamu.” (MC: 77).

Insting mati ialah mendorong seseorang untuk merusak dirinya sendiri dan dorongan agresif merupakan bentuk penyaluran agar orang tidak mem-bunuh dirinya sendiri. Dalam hal ini insting mati yang terdapat pada tokoh Zul dalam novel Mahkota Cinta dapat dilihat ketika Zul melaksanakan ibadah-ibadah untuk menjaga dirinya agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diinginkan seperti menyakiti dirinya sendiri bahkan ke hal yang lebih jauh, yaitu berzina. Karena Zul digoda oleh Linda, Zul menjaga kemungkinan terburuk pada dirinya dengan selalu mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Hal ini dilakukan oleh Zul karena hanya kepada Allah dia mengadu akan semua masalah yang dihadapinya dan berlindung. Hal ini dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut ini.
”Maaf Mbak Linda, rasanya saya harus keluar jalan-jalan. Saya ingin melihat-lihat suasana. Bosan di rumah terus. Nanti malam habis Maghrib mungkin saya datang lagi. Tas dan barang-barang saya masih di kamar, ”kata Zul pada Linda. (MC: 40).

”Zul jadi merinding mengingat hal itu. Berulang-ulang kali ia mengucapkan istighfar. Ia membayangkan seperti apa besar dosanya. Berapa kali ia bermesraan dan berpelukan dengan perempuan yang tidak halal baginya.
”Astaghfirullahal andhim. Ya Allah ampuni dosa-dosaku. Ampuni kebodohanku. Ampuni perbuatan-perbuatan jahiliyahku.”(MC: 62)

Insting mati juga bisa dilihat ketika Zul mengingat yang terjadi pada teman satu kelasnya di SMA. Dua sejoli si Fulan dan si Fulanah. Hal ini dapat ditunjukkan dalam cuplikan novel di bawah ini.
”Ia menangis bila mengingat yang terjadi pada teman satu kelasnya di SMA. Dua sejoli si Fulan dan si Fulanah. Mereka berpacaran dan kebablasan. Si Fulanah hamil. Keduanya mengakui perbuatan keji itu pada pihak sekolah. Akhirnya keduanya dinikahkan oleh keluarga mereka. Dan tepat satu minggu sebelum ujian akhir keduanya dikeluar-kan dari sekolah. Sebelum pergi ke Jakarta ia mendengar kabar kedua-nya cerai. Lebih menyedihkan lagi si Fulanah kabarnya bekerja di Sunan Kuning 10 dan si Fulan dipenjara karena terlibat curanmor. 10 kuning adalah nama sebuah lokalisasi di Kota Semarang, lebih dikenal dengan singkatan SK”.(MC: 62).

Jika Allah tidak mengasihinya, bisa jadi nasibnya lebih buruk dari si Fulan dan si Fulanah. Sebab saat ia pacaran ia nyaris pernah melakukan per-buatan yang dilarang itu dengan pacarnya. Zul kembali menangis mengingat hal itu.
”Ya Allah kalau tidak Kau selamatkan diriku. Akan jadi apakah diriku ini? Akan jadi budak setankah? Akan jadi makhuk yang durhaka kepada-Mu kah? Ya Allah, terima kasih ya Allah telah menyelamat-kan diriku. Ya Allah aku ingin hidup lurus di jalan-Mu. Ampunilah dosa-dosaku yang telah lalu. Limpahkan hidayah-Mu dan jagalah diriku dari perbuatan maksiat dengan penjagaan-Mu yang tidak pernah luput sekejap pun juga.(MC: 63).

Dari beberapa cuplikan di atas dapat diketahui bahwa tokoh Zul adalah individu yang mempunyai insting mati, yaitu naluri atau perasaan bahwa akan ada hal-hal yang mengancam dirinya serta keinginan untuk menjauhinya, serta menjalankan hidup yang baik yang diridhai oleh Allah SWT
2. Distribusi dan pemakaian energi pada aspek biologis(id), psikologis(ego), dan sosiologis (super ego).
a. Aspek Biologis (Id)
Aspek biologis (id) adalah sistem yang orisinal di dalam kepribadi-an yang dibawa sejak lahir. Aspek biologis (id) dalam diri Zul yang berupa keinginan-keinginan untuk memuaskan dirinya sendiri. Zul mempunyai keinginan untuk menikahi Siti Martini dan menginginkan hidup berumah tangga yang bahagia bersama Siti Martini. Hal itu dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut ini. Maka saya memilih saran yang kedua Pak. Lebih baik saya menikah saja dengan gadis itu. Dia masih gadis Pak. Dan baik hatinya. (MC: 98).
Keinginan-keinginan itu membuat Zul tambah semangat untuk bertemu dengan Siti Martini secepatnya dan juga ingin melamarnya. Hal itu dapat dilihat dari cuplikan novel berikut ini.
“ Malam itu, untuk pertama kalinya Zul tidur dengan dada terasa lapang. Dan malam terasa segar dan ringan. Tidak seperti malam-malam sebelumnya yang ia rasakan terasa sumpek dan berat. Terbitnya harapan yang terang dalam hati membuat hidup terasa ringan dan menyenangkan.” (MC:99).

“Pagi itu ia telah bangun sebelum adzan subuh berkumandang. Mengetahui hal itu Pak Muslim sangat bahagia. Zul agaknya mulai mendapatkan kembali nyawanya. Selesai sholat Subuh Zul dan Pak Muslim langsung meluncur dengan KTM ke KL Sentral. Dari KL Sentral mereka naik bus Rapid KL ke Subang Jaya.” (MC:99).

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Zul mempunyai sebuah energi yang berupa aspek biologis (id) untuk memberikan rasa bahagia dan perhatian pada dirinya sendiri dan menolak kemungkinan-kemungkinan yang akan menyakiti dirinya. Hal itu secara tidak sadar telah dilakukan Zul, dan muncul ke perkataan yang secara langsung “Saya menikah saja” ditujukan kepada Pak Muslim.
b. Aspek Psikologis (Ego)
Aspek psikologis (ego) ialah usaha memperoleh kepuasan yang dituntut (id) dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan objek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan.
Dalam novel Mahkota Cinta aspek psikologis yang dimiliki oleh Zul adalah ketika Zul menginginkan kehidupan yang bahagia dan meng-inginkan pekerjaan yang layak, dan bisa merubah nasibnya, sehingga Zul memutuskan untuk merantau ke Malaysia. Karena Zul sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Hal itu dapat dilihat dari cuplikan novel berikut ini.
“Ia memejamkan mata seraya meneguhkan hatinya. Ia meyakinkan dirinya harus kuat. Ya, sebagai lelaki ia harus kuat. Meskipun ia merasa kini tidak memiliki siapa-siapa lagi. Bagi seorang lelaki cukuplah keteguhan hati menjadi teman dan penentraman jiwa.” (MC: 1).
Aspek psikologis Zul semakin meningkat ketika Zul harus benar-benar mengubah nasib. Seperti yang disarankan oleh Pak Hasan. Ia harus berani berhijrah dari satu takdir Allah ke takdir Allah yang lain yang lebih baik. Hal itu digambarkan dalam cuplikan novel berikut ini.
“Ia kembali menegaskan niat, bahwa ia sedang melakukan pengembaraan untuk mengubah takdir. Mengubah nasib. Seperti saran Pak Hasan, ia harus berani berhijrah dari satu takdir Allah ke takdir Allah yang lain yang lebih baik, Feri lintas samudera terus melaju ke depan Singapura semakin dekat di depan, dan Batam semakin jauh di belakang. Namun, lintas Samudera tidak hendak menuju Singapura tapi menuju pelabuhan Johor Bahru Malaysia.” (MC:1).

Pengendalian aspek psikologis (ego) yang dilakukan oleh Zul ialah tetap berusaha dan bersabar apa yang terjadi pada dirinya. Sampai akhirnya Zul bekerja siang malam untuk membayar uang kuliah dan uang menyewa kamar. Hal itu dapat dilihat dari cuplikan novel berikut ini.
“Begitulah, sejak itu Zul larut dalam dunia kerjanya. Benar-benar mati-matian bekerja. Siang dan malam. Demi bertahan hidup dan demi bisa membayar uang kuliahnya. Selain bekerja insidentil di hotel-hotel kalau ada acara-cara besar, secara rutin siang hari Zul bekerja di Pom bensin selama enam jam ……”(MC:56)

c. Aspek Sosiologis (Super Ego)
Aspek sosiologis (super ego) adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian yang beroperasi memakai prinsip idealistik sebagai lawan dari prinsip kepuasan aspek biologis dan prinsip realistik dari aspek psikologis.
Aspek sosiologis (super ego) yang ditunjukkan oleh Zul yaitu selalu berusaha dan tidak putus asa dalam menghadapi semua masalahan, karena Zul sadar manusia hanya bisa berusaha dan berdoa sedangkan yang menentukan adalah Allah SWT. Hal tersebut dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut ini. Iya Mas. Terima kasih atas segalanya. Saya akan ber-usaha keras. Tadi pagi setelah Sholat Subuh Mas Rizal mengajak saya untuk kerja lembur di restoran sebuah hotel nanti malam.(MC:53).
Bahkan Zul rela bekerja apa saja yang penting bisa mendapatkan uang dan bisa membayar uang kuliahnya. Aspek sosiologis (super ego) tampak lebih besar dibandingkan dengan aspek psikologis (ego) pada diri Zul, sehingga energi yang ada pada diri Zul lebih banyak tersalurkan kepada aspek sosiologis (super ego) dibandingkan dengan energi yang didapatkan oleh aspek psikologis (ego). Hal itu dapat dilihat dari cuplikan novel berikut ini.
”Sore itu menjelang Maghrib, Zul telah bersiap-siap untuk mulai kerja pertama kalinya di negeri jiran. Ia begitu bersemangat sebab, ia punya tujuan yang jelas untuk apa bekerja. Rizal senang melihat Zul bersemangat. Ia senang sebab malam itu ada yang menemaninya.” (MC:53).

Dari beberapa uraian di atas mengenai distribusi energi pada aspek biologis (id), aspek psikologis (ego), dan aspek sosiologis (super ego) yang ada pada diri Zul dapat disimpulkan bahwa aspek sosiologis (super ego) mendapatkan bagian lebih besar dibandingkan aspek biologis dan aspek psikologis. Hal ini dikarenakan pertahanan Zul terhadap aspek psikologis yang melanda dirinya dan lebih banyak menampakkan aspek sosiologis (super ego) dalam mengatasi semua masalah yang ada dalam diri Zul.


3. Kecemasan
Kecemasan adalah suatu variabel terpenting dari hampir semua teori kepribadian, dan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian dari kehidupan yang tidak terhindarkan. Kecemasan dipandang sebagai dinamika kepribadian yang utama, kecemasan juga sebagai fungsi aspek psikologis (ego) yang memperingatkan individu tentang kemungkinan-kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptasi yang sesuai.
Kecemasan yang dialami oleh tokoh Zul dalam novel Mahkota Cinta ialah ketika Zul memandang dan menatap wajah Mari. Dia merasa takut dan cemas apabila dia berubah menjadi serigala karena tersihir oleh mata dan wajahnya Siti Martini. Oleh karena itu, Zul menjaga pandangannya agar tidak berubah menjadi manusia serigala. Hal itu dapat ditunjukkan dalam cuplikan novel berikut ini.
”Jujur saja Dik, ya hampir di semua mata lelaki ada binar liar serigala ketika melihat perempuan. Untuk itulah menurut saya kenapa kaum lelaki di minta oleh Tuhan untuk menjaga pandangannya.”

”Mendengar jawaban Mari, Zul diam dan tidak berkata apa-apa. Ia mengalihkan pendangannya ke luar jendela. Ia memandang rerimbunan pohon kelapa sawit yang seperti berlomba-lomba lari ke belakang. Dalam hati Zul membenarkan perkataan Mari. Sebab saat ia memandang wajah dan mata Mari dengan seksama, ia menemukan sihir yang mampu mengubah dirinya menjadi serigala. Tiba-tiba ia merasa menemukan kalimat menjawab perkataan Mari.”(MC:12)

Kecemasan juga ditunjukkan ketika berbincang-bincang dengan Linda. Ia takut akan tergoda olehnya. Ia masih merasa lemah imannya. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh Zul yaitu pergi dari hadapan Linda. Hal itu dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut ini.
”Selesai makan Zul memutuskan untuk jalan-jalan ke pusat kota. Ia merasa imannya tidak kuat jika di rumah itu terus dan berduaan dengan Linda. Ia menyadari dirinya hanyalah pemuda biasa yang masih lemah imannya....”(MC:40)

Dalam konteks lain kecemasan yang ditunjukkan oleh Zul tampak terlihat ketika dia membayangkan kalau seandainya menikah dan mempunyai anak. Ia khawatir tidak bisa mencukupinya serta kuliahnya terhambat. Hal itu dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut ini.
”Tiba-tiba ada semacam keraguan dalam hatinya. Ia khawatir jika ia menikah akhirnya kuliahnya tidak selesai. Ia jadi sibuk memikirkan hidup keluarga. Apalagi kalau nanti punya anak. Ia bisa hidup nekat. Makan seharipun satu kali bisa, tapi anak yang masih bayi apa bisa? Sementara ia masih hidup sangat pas-pasan untuk makan, membayar sewa apartemen dan kuliah. Padahal jika berkeluarga ialah yang harus menanggung sepenuhnya sewa rumahnya. Sekarang ia yang menyewa bersama teman- temannya. ”(MC:82)

Dari paparan novel tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan pada diri Zul ditampakkan ketika Zul memandang dan menatap wajah Mari. Dia merasa takut dan cemas apabila dirinya berubah menjadi manusia serigala, takut tersihir oleh mata dan wajahnya Siti Martini. Oleh karena itu, Zul menjaga pandangannya. Dan ketika Zul berbincang-bincang dengan Linda. Ia takut akan tergoda olehnya. Ia masih merasa lemah imannya. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh Zul ialah pergi dari hadapan Linda. Kecemasana yang lain yang ditampakkan oleh Zul yaitu ketika dia sedang membayangkan jika menikah dan mempunyai anak. Ia khawatir tidak bisa mencukupinya serta kuliahnya takut terhambat.


4. Pertahanan
Pertahanan di dalam diri Zul dibedakan menjadi 3 yaitu :
a. Penolakan
Penolakan adalah melarikan diri atau menghindar, menolak stimulus eksternal secara fisik agar emosi yang tidak menyenangkan tidak timbul. Penolakan Zul ditunjukkan dalam bentuk penolakan kepada Sumiyati temannya Siti Martini. Sumiyati menyarankan agar Zul tetap istirahat saja dulu sebelum Siti Martini pulang. Namun Zul menolaknya dan menginginkan untuk keluar jalan-jalan sebentar. Hal itu dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut ini.
”Sebaiknya, siang ini Mas istirahat saja dulu di sini. Kan baru datang. Sambil menunggu informasi dari Mbak Mar, jika nanti ia kembali.” sambung Sumiyati memberi saran.
”Saya mau keluar sebentar Mbak. Sekalian lihat lingkungan. Saya mau coba telpon orang yang harus saya hubungi itu sekali lagi.” kata Zul.” (MC:24).

Penolakan Zul juga ditunjukkan ketika bertemu dengan Linda, ketika itu Linda menawarkan pekerjaaan untuk dirinya. Namun, Zul menolak penawaran Linda karena pekerjaan yang ditawarkan oleh Linda pekerjaan yang diharamkan oleh agama. Yaitu pekerjaan menyenangkan orang lain waktu malam hari atau untuk perempuan sebagai pelacur, tetapi untuk laki-laki dinamakan gigolo. Hal itu dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut ini.
”O jadi belum dapat kerja. Begini Mas, ini kalau Mas mau. Bagaimana kalau kerja di hotel tempat aku kerja. Tapi kerjanya malam sih. Kalau mau, bisa aku coba hubungkan ke pihak personalia. Aku kenal baik dengan penanggung jawabnya. Gajinya lumayan kok. Bagaimana?”.......... ...........(MC:36:37)
”Astagfirullah. Meskipun yang kelihatannya enak itu dilarang agama.’ (MC:37)

b. Pengingkaran
Pengingkaran adalah impuls-impuls yang direspon diekspresikan dalam bentuk yang negatif, semacam deniel terhadap impuls/ drive, impuls-id yang menimbulkan ancaman oleh ego diingkari dengan me-mikirkan hal itu tidak ada. Pengingkaran dalam diri tokoh Zul dalam novel Mahkota Cinta adalah ketika Zul benar-benar marah karena telah melihat kemungkaran yang dilakukan oleh Warkum. Sebenarnya perlakuan Zul tidak dibenarkan oleh agama karena telah memukul dan menghajar Warkum. Namun hal itu ia lakukan karena ingin menyelamatkan Siti Martini. Hal itu dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut ini.
”Melihat kemungkaran itu, emosi Zul tidak tertahankan lagi. Darahnya mendidih. Ia langsung membentak dengan sekeras-kerasnya. ”Hai bajingan! Berhenti kau! Kurang ajar!...” (MC:65)

c. Penahanan diri
Penahanan diri adalah suatu keadaan yang menolak usaha berprestasi, dengan menganggap situasi yang melibatkan usaha itu tidak ada, karena cemas kalau-kalau hasilnya buruk atau negatif. Adapun bentuk penahanan diri yang dilakukan Zul adalah dalam bentuk tetap semangat walaupun sudah berkali-kali menelepon Siti Martini tidak juga berhasil. Namun, semangatnya Zul semakin membara karena teman-temannya mendukung Zul. Hal itu dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut ini.
”Sorenya Zul kembali mencoba mengontak nomor Siti Martini. Tapi, tidak berhasil juga. Berkali-kali operator seluler menjelas-kan nomor itu sedang tidak aktif. Zul kembali ke flat dengan hati kecewa. Namun, Zul tetap bersemangat besok pagi berangkat ke Subang Jaya untuk menemui Mari dan mengung-kapkan isi hatinya. Teman-teman satu rumahnya mendukung langkah yang akan diambil Zul......”(MC:99)

Dari paparan novel tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tokoh Zul dilihat dari segi insting, tokoh Zul mempunyai insting hidup atau insting seks dan juga insting mati. Dari segi distribusi dan pemakaian energi, tokoh Zul mempunyai energi super ego yang lebih besar dari pada energi yang disuplai kepada ego Zul selalu berusaha dan tidak putus asa dalam meng-hadapi semua masalah karena Zul sadar manusia hanya bisa berusaha dan berdoa sedangkan yang menentukan adalah Allah SWT. Tokoh Zul juga mempunyai kecemasan dalam kehidupan yang dijalaninya, saat menghadapi suatu masalah. Kecemasan pada diri Zul rasa takut jika tergoda imannya oleh pandangan mata Siti Martini. Sementara pertahanan yang ia lakukan menolak hal-hal yang tidak diinginkan dalam dirinya. Zul menolak saran yang diberikan oleh Sumiyati. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan Zul selalu bersikap sabar dan semangat meskipun banyak masalah yang hadir dalam kehidupannya.
Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa aspek psikologi kepribadian tokoh Zul adalah seorang pemuda yang senantiasa berusaha dan pekerja keras, meskipun dirinya selalu mendapatkan cobaan. Zul sangat menyayangi dan mencintai Siti Martini sehigga dia ingin menikahi Siti Martini, membina keluarga yang bahagia bersama Siti Martini.


B. Aspek psikologi kepribadian tokoh Siti Martini
Aspek psikologi kepribadian tokoh Siti Martini dalam novel Mahkota Cinta karya Habiburrahman El Shirazy meliputi :
1. Insting
Tokoh Siti Martini mempunyai kepribadian yang didasari oleh insting hidup dan insting mati.
Insting hidup yang dimiliki oleh Siti Martini ialah perasaan senang karena ketika Siti Martini ditanya oleh Zul tentang kehidupan rumah tangga-nya Siti Martini merasa ada yang memperhatikan dirinya sehingga Siti Martini menjawab dan menceritakan asal-usul dirinya dengan sejujurnya dan sedetailnya. Hal itu dapat dilihat dari kutipan novel berikut ini.
”Dari logat adik bicara, sepertinya adik orang Jawa”. Mari membuka pembicaraan sambil menaikkan resleting jaketnya sehinga benar-benar rapat sampai ke leher. Ia tampaknya agak kedinginan.
” Iya Mbak benar. Saya asli Demak Mbak. Kalau Mbak?”
”Saya juga Jawa Dik. Saya asli Sragen.”
”Maaf Mbak, e.... Mbak sudah berumah tangga?” ” Sudah”.
”Sudah punya anak dong Mbak?”
”Belum. Bagaimana mau punyai anak lha wong rumah tangga saya hanya berumur dua minggu.”
”Cuma dua minggu?”
” Iya bisa dikatakan demikian.”
”Suami Mbak meninggal?”
”Tidak. Saya minta cerai. Sejak itu saya trauma dan rasanya susah sekali untuk membina rumah tangga lagi.”
”Maafkan saya Mbak, jadi mengingatkan pada hal-hal yang tidak Mbak sukai”. (MC: 5-6)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa rasa sayang, dan perhatian sudah timbul dalam diri Siti Martini kepada Zul, namun karena Siti Martini belum mengenal lebih jauh dengan Zul, rasa itu disimpan dalam hati saja oleh Siti Martini.
Dalam konteks lain Siti Martini juga merasa berhutang budi pada Zul, karena telah menyelematkan dirinya dari kebringasan mantan suaminya yang bernama Warkum yang ingin memperkosa dirinya, ketika itu Zul yang meno-longnya. Sampai Siti Martini mau melakukan apa saja untuk membayar hutang budi yang telah dilakukan Zul olehnya. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan novel berikut:
”Mari langsung menghambur bersimpuh menangis di kaki Zul. Mari menangis terisak-isak sambil mengucapkan rasa terima kasih dengan terbata-bata. Zul terpana sesaat seakan hilang kesadaran. Ia mematung tak tahu harus berbuat apa menerima luapan keharuan Mari yang ditumpahkan sepenuhnya kepadanya. Beberapa saat kemudian kesadarannya pulih kembali.” (MC:71).

”Harus bagaimana aku berterima kasih padamu Zul?” Mari mengawali pembicaraan. ”Tak perlu berterima kasih pada saya Mbak. Saya hanya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Itulah kewajiban manusia jika melihat kemungkaran.” Tiba-tiba Mari terisak-isak. (MC:73).

Dari beberapa cuplikan novel tersebut dapat diketahui bahwa tokoh Siti Martini adalah individu yang mempunyai insting hidup, yaitu naluri atau keinginan akan rasa sayang, ingin diperhatikan, cinta dan sosok wanita yang tegar, menginginkan pendamping hidup yang mampu melindungi dirinya dan keluarganya serta kebutuhan yang diperlukan dalam menjalani kehidupan.
Insting mati yang dimiliki oleh Siti Martini ialah berusaha tetap berdoa disaat dalam kondisi yang mengkhawatirkan, ketika itu ia hampir diperkosa oleh si Warkum mantan suaminya. Hal itu dapat dilihat dari cuplikan novel di bawah ini:
”Kau datang dan membuat bajingan itu terpelanting. Awalnya aku kira kau adalah malaikat utusan Tuhan yang menyambar penjahat itu dengan cemeti mahasaktinya. Malaikat yang diturunkan Tuhan dalam arti sebenarnya. Ternyata bukan, yang datang bukan malaikat tapi manusia. Maha kuasa Allah.” (MC:75)

” Mari berdiri memandangi Zul sampai hilang dari pandangan. Setelah itu ia memandang ke arah langit yang mulai terang. Hujan telah reda. Gerimis pun sudah tiada. Mendung mulai padam dan matahari seolah ingin menyubak awan. Mari berulang kali memuji kekuasaan Tuhan. Ia lalu masuk rumah. Menutup pintu dengan rapat. Sayup-sayup dari Surau lirih terdengar suara adzan.”(MC:80)

Dari cuplikan novel tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh Siti Martini adalah individu yang mempunyai insting mati, yaitu naluri atau perasaan bahwa akan ada hal-hal yang akan mengancam dirinya serta keinginan untuk menghadapinya dengan berusaha berdoa.
2. Distribusi dan pemakaian energi pada aspek biologis(id), psikologis
(ego), dan sosiologis (super ego).
a. Aspek Biologis (Id)
Aspek biologis (id) yang ada dalam diri Siti Martini yaitu berupa keinginan untuk memuaskan dirinya sendiri. Siti Martini menginginkan hidup bahagia tanpa ada yang mengganggu dirinya. Siti Martini tidak menginginkan mantan suaminya yang bernama Warkum mengganggu dirinya lagi. Sampai dirinya nekat merantau ke Jakarta untuk menghindari hal tersebut, namun ternyata si Warkum bisa mengetahui keberadaanya. Hal itu ditunjukkan Siti Martini dalam cuplikan novel berikut ini.
“Saya nekat merantau ke Jakarta untuk mencari kerja. Kebetulan ada teman yang mengajak saya. Alhamdulillah sebelum menikah saya sudah selesai D3 Akuntansi. Dan dengan berbekal ijazah D3, saya diterima bekerja disebuah Supermarket di Jakarta Selatan. Saya sudah cukup nyaman saat itu. Saya hidup damai kurang lebih dua tahun. Saya bahkan sempat nyambung kuliah, dan menyelesaikan S1 di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi di Jakarta.”(MC:9).
Namun, kebahagiaan yang dijalani oleh Siti Martini berubah menjadi ketakutan ketika si Warkum sudah keluar dari penjara dan berusaha me-nelepon serta mencari keberadaanya. Hal itu ditunjukkan dalam cuplikan novel berikut ini.
“Tapi tiba-tiba entah bagaimana, mantan suami saya itu bisa tahu nomor telpon saya dan menelepon saya. Dia sudah keluar dari penjara dan meminta saya agar mau kembali kepadanya. Saya takut. Saya langsung pergi meninggalkan Jakarta hari itu juga. Saya bersembunyi ke Bandung. Di Bandung ada agen pengiriman tenaga kerja ke Malaysia. Saya ikut agen. Akhirnya saya mengadu nasib dan terbang ke Malaysia. Sampai sekarang saudara-saudara saya tidak saya beritahu kalau saya di Malaysia. Terakhir saya nelpon mereka saat saya masih di Bandung. Saya kuatir mantan suami saya itu akan mengejar saya.”(MC:10).

Dari cuplikan novel tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh Siti Martini mempunyai sebuah energi yang berupa id untuk memberikan rasa bahagia dan perhatian terhadap dirinya sendiri dan menolak kemungkinan yang akan menyakiti dirinya. Hal itu secara tidak sadar ke perkataan yang secara langsung “Saya” ditujukan kepada mantan suaminya.
b. Aspek Psikologis (Ego)
Aspek psikologis (ego) yang dimiliki oleh Siti Martini ketika Siti Martini mengingingkan hidup tenang di Malaysia tanpa ada yang meng-ganggu termasuk Warkum mantan suaminya. Hal itu dapat dilihat dari cuplikan novel berikut ini.
“Lebih baik saya di Malaysia dulu, baru kalau saya sudah men-dengar si W itu telah mampus, saya akan balik ke Indonesia. Walau bagaimanapun saya punya saudara dan saya sangat rindu pada mereka. Saya pun ingin hidup berkeluarga dan tenang di hari tua.” (MC:10).

Pengendalian aspek psikologis (ego) yang dilakukan oleh Siti Martini adalah tetap berusaha dan bertahan untuk mencapai kebahagiaan dan menghadapi hidup ini. Hal itu dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut ini.
“Saya tidak akan menyerah. Saya akan terus berusaha dan bertahan sampai Tuhan memutuskan takdir finalnya untuk saya. Semenderita dan sengsaranya saya. Saya masih percaya bahwa Tuhan itu ada. Tuhan adil dan Dia juga Maha Penyayang. Saya masih percaya itu. Dik!”(MC:10)

Dari Paparan novel tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh Siti Martini mempunyai sebuah energi yang berupa aspek psikologis (ego) yaitu menginginkan hidup tenang, dan berusaha bertahan untuk mencapai kebahagiaan dalam menghadapi hidup.
c. Aspek Sosiologis (Super Ego)
Aspek sosiologis (super ego) yang dimiliki oleh Siti Martini ialah membiarkan si Warkum hidup walaupun pernah menyakiti dirinya yaitu hampir diperkosa. Waktu itu Zul datang dan menghajar Warkum di depan Siti Martini. Hal tersebut dapat dilihat pada cuplikan novel berikut ini. Saat itu aku belum bisa memaafkan dia Zul. Tapi biarkan dia pergi. Biarkan dia hidup. Jika kau bunuh dia urusannya panjang.”(MC:70)
Bahkan Siti Martini mati-matian menjaga kegadisannya, mahkota kesucian yang sangat berharga dari hidupnya. Dia lebih baik mati daripada diperkosa. Super ego tampak lebih besar dibandingkan dengan ego pada diri Siti Martini, sehingga energi yang ada pada diri Siti Martini lebih banyak tersalurkan kepada super ego dibandingkan dengan energi yang didapatkan oleh ego.
”................Jadi meskipun aku telah menikah sejatinya kesucianku belum pernah dijamah oleh suamiku. Dan sampai hari ini mahkota kesucianku belum tersentuh oleh siapapun. Statusku memang janda, tapi kesucianku masih utuh. Sumpah demi Allah. Zat Yang Maha Tahu. ”(MC:77)

Karena Siti Martini adalah seorang wanita yang berpendidikan dan menjunjung tinggi norma-norma agama dan adat-istiadat Jawa. Super ego lebih banyak mendapatkan peluang pada diri Siti Martini dibandingkan energi yang didapatkan ego. Hal itu dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut.
”Kau harus tahu Zul, selama ini betapa mati-matian aku menjaga mahkota ini. Betapa mati-matian aku menjaga iman ini. Godaan, bujukan rayu datang setiap saat. Alhamdulillah aku kuat. Tiba-tiba si W itu datang mau merenggut mahkota itu. Dan mahkota kesucian yang lebih berharga dari nyawaku sendiri nyaris ternistakan ......”(MC:77)

Dari paparan novel tersebut dapat disimpulkan bahwa pendistribusi-an dan pemakaian energi pada aspek biologis (id) , aspek pskologis (ego) dan aspek sosiologis (super ego) dalam diri Siti Martini, aspek sosiologis (super ego) mendapat bagian lebih besar dari aspek biologis dan aspek psikologis. Hal tersebut dikarenakan Siti Martini lebih menjunjung tinggi norma-norma agama. Siti Martini selalu menahan ego yang ada di dalam dirinya. Hal itu ditunjukkan Siti Martini yaitu membiarkan si Warkum hidup, walaupun pernah menyakitinya yaitu hampir diperkosa oleh Warkum. Oleh karena itu, Siti Martini selalu berusaha menjaga mahkota kesucian yang sangat berharga dari hidupnya. Dia lebih baik mati dari pada diperkosa.
3. Kecemasan
Kecemasan yang dialami oleh Siti Martini tampak ketika Zul mau pergi meninggalkan dirinya setelah Zul menolong dirinya dari kejahatannya Warkum. Siti Martini merasa cemas apabila Warkum mantan suaminya datang lagi dan mengganggu dirinya lagi. Hal itu dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut ini.
”Tapi aku khawatir dia punya teman, ” Dan dia juga anggapan kau punya teman banyak. Mbak tidak usah khawatirlah. Kalau Mbak khawatir, kunci saja rumah baik-baik. Dan siapkan nomor telepon Polisi. Atau Mbak pindah saja dulu ke rumah teman yang aman. Maaf Mbak ya saya buru-buru.”(MC:80)

Dari cuplikan novel di atas dapat diketahui bahwa tokoh Siti Martini sangat takut apabila mantan suaminya datang dan mengganggu dirinya lagi, karena si Warkum mempunyai teman dan takut bila sewaktu-waktu menyuruh temannya untuk mengganggu Siti Martini.
Kecemasan juga ditunjukkan Siti Martini ketika melihat Zul kepalanya terluka setelah berkelahi dengan Warkum. Siti Martini merasa cemas sekali kalau lukanya Zul parah. Kecemasan Siti Martini ditunjukkan dalam cuplikan novel berikut ini. kema
”Zul, Kau luka Zul! Kau berdarah Zul, ya Allah Ya Rabbi!” ucap Mari setengah berteriak. Zul mengerjapkan matanya. Dan langsung menyahut. ”Ah tidak apa-apa kok Mbak. Cuman luka kecil biasa saja.”

”Tapi darahnya sampai mengalir ke dagu begitu. Harus segera diusap dan dibersihkan sebentar Zul.” Mari kembali ke kamarnya. Ia mengambil kapas dan obat merah. Sini Zul biar aku bersihkan dan kau obati!” Kata Mari lagi sambil membawa kapas dan obat merah.”(MC:72-73)

4. Pertahanan
Pertahanan di dalam diri Siti Martini dibedakan menjadi 3 yaitu:
a. Penolakan
Penolakan yang ditunjukkan Siti Martini ialah ketika Warkum datang dan ingin merenggut mahkota kegadisannya yang selama ini ia jaga. Siti Martini menolak permintaanya si Warkum. Hal itu dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut ini.
”Tanpa curiga, aku langsung membuka pintu lebar-lebar. Alangkah terkejutnya diriku ternyata yang datang adalah si Warkum. Aku hendak menutup pintu kembali, tapi sudah terlambat. Ia berhasil menerobos masuk bahkan langsung mengunci pintu itu. Lalu ia memintaku untuk menuruti keinginan nafsunya. Jelas aku menolak. Aku lebih baik mati daripada menyerahkan kehormatanku padanya. Ia kalap. Amarahnya memuncak.” (MC:75)

b. Pengingkaran
Pengingkaran dalam diri Siti Martini adalah Siti Martini lebih memilih Warkum dari pada Ibunya. Padahal Ibunya Siti Martini tidak menyetujui pernikahannya dengan Warkum. Hal itu ditunjukkan Siti Martini dalam cuplikan novel berikut ini.
”Ibu saya sebenarnya tidak setuju saya kawin dengan Warkum, karena Ibu saya ngin saya menikah denga putra Pak Modin yang sedang kuliah di IAIN Walisongo Semarang. Saya sama sekali tidak mempeduli-kan keberatan Ibu saya itu. Itulah dosa saya pada Ibu yang membuat saya menderita dan menanggung nestapa.”(MC:7)

c. Penahanan diri
Penahanan diri yang dilakukan Siti Martini adalah dalam bentuk tetap sabar dan berharap bisa bertemu lagi dengan Zul. Hal itu ditunjukkan Siti Martini dengan cara menelepon berkali-kali nomor Zul. Meskipun tidak berhasil. Berikut ini cuplikan dari novel MC.
”Mari telah berulang kali menelepon nomor yang pernah diberikan oleh Zul kepadanya. Nomor itu adalah nomor Rizal. Karena hpnya Rizal hilang, maka usaha Mari menelepon Zul jadi sia-sia. Mari hanya bisa berharap Zul datang lagi ke sana dan ia akan meng-ungkapkan perasaan cintanya kepada Zul. Ia siap menerima apapun keputusan Zul.” (MC:90)

Dari paparan novel tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tokoh Siti Martini dilihat dari insting juga mempunyai insting hidup dan juga insting mati. Dari segi distribusi dan pemakaian pada id, ego, dan super ego, porsi yang paling besar juga super ego dari pada id dan ego yaitu berusaha mengatasi semua masalah yang ada dalam diri Siti Martini. Siti Martini mempunyai kemandirian dan keinginan dan kuat untuk bekerja ke Malaysia. Kemudian, kecemasan yang ditunjukkan oleh Siti Martini cemas bila dirinya diganggu lagi oleh si Warkum serta khawatir luka yang ada di kepalanya Zul sampai parah. Sedangkan bentuk pertahanan diri yang dilakukan oleh Siti Martini ialah menolak keinginan Warkum yang ingin memperkosa dirinya. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada diri Siti Martini ialah bersikap sabar dan bersemangat meskipun masalahnya selalu hadir dalam kehidupannya.
Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa aspek psikologi ke-pribadian tokoh Siti Martini ialah seorang perempuan janda yang tangguh, tegar dalam menghadapi semua permasalahan. Ia juga seorang wanita sholehah yaitu selalu menjaga mahkota kesuciannya, meskipun nyawa menjadi taruhannya.
C. Aspek psikologi kepribadian tokoh Pak Muslim
Aspek psikologi kepribadian tokoh Pak Muslim dalam novel Mahkota Cinta karya Habiburrahman El Shirazy meliputi :
1. Insting
Tokoh Pak Muslim mempunyai kepribadian yang didasari oleh insting hidup dan insting mati.
Insting hidup yang dimiliki oleh Pak Muslim ialah perhatian dan sayang terhadap keluarganya dan juga terhadap Zul, sampai Pak Muslim menasehati dan memberikan semangat pada Zul. Saat itu Zul sedang menghadapi suatu masalah antara percintaan dan kuliahnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan novel berikut ini :
”Duduk sini Zul!” Pak Muslim mempersilakan Zul duduk di kursi yang ada tepat di depannya. Setelah Zul duduk, Pak Muslim langsung menutup pintu kamarnya. ”Zul, sudah tiga bulan ini aku lihat kamu sangat berbeda dengan saat kau pertama datang. Apa sebenarnya masalahmu?” (MC: 93).

”Saranku yang pertama Zul, jika kamu ingin sukses dan berhasil lupakan wanita itu. Jodoh itu tanpa dikejar, tanpa dibuat bersakit-sakit seperti kau sekarang ini. Jika tiba saatnya akan datang juga. Jodohmu sudah ditulis oleh Allah. Kalau jodohmu memang wanita bernama Siti Martini itu ya nanti Allah pasti akan mempertemukan kamu dengan dia. Tapi jika jodohmnu bukan dia, sampai kau minta bantuan seluruh jin di Jagad Raya ini untuk membantumu mendapatkan dia ya kamu tidak akan mendapatkannya.” (MC:94).

Dari konteks lain Pak Muslim juga mempunyai insting hidup yaitu merasa senang ketika Zul mau mengikuti sarannya yang kedua yaitu Zul mau menikahi Siti Martini, tetapi kuliah masih tetap dilanjutkan. Hal tersebut bisa dilihat dari kutipan novel berikut ini:

”Bagus! Itu baru lelaki! Kalau begitu kau harus semangat, kau akan menikah Zul! Kau akan jadi suami! Kau akan jadi kepala rumah tangga! Kau akan jadi ayah! Ayo semangat Zul................” (MC:98)

Dari beberapa kutipan tersebut dapat diketahui bahwa tokoh Pak Muslim adalah individu yang mempunyai insting hidup, yaitu keinginan untuk suka membantu, perhatian, sayang dan mempunyai jiwa penyemangat serta ingin menjadi orang tua yang bisa diteladani oleh orang lain.
Sedangkan insting mati yang dimiliki oleh Pak Muslim ialah rasa khawatir terhadap keadaan Zul yang semakin parah. Hal itu dapat dilihat dari cuplikan novel berikut;
”Pak Muslim merasa khawatir keadaan Zul semakin parah. Jika parah, maka bisa berpengaruh pada suasana rumah. Sudah dua bulan Zul tidak membayar uang sewa rumah. Ia minta dipinjami dulu. Namun, ia bekerja tidak seserius dulu. Seolah bekerja seingatnya saja. Jika ingat bekerja, jika tidak ya tidak bekerja. Pak Muslim juga khawatir Zul tidak bisa mengikuti ujian semester depan jika sering bolos kuliah....”(MC:92).

Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa insting yang dimiliki Pak Muslim yaitu rasa kekhawatiran yang sangat mendalam. Oleh karena itu Pak Muslim berusaha memberikan saran yang terbaik untuk Zul agar tidak merusak situasi rumah yang selama ini nyaman dan kondusif untuk belajar.
2. Distribusi dan pemakaian energi pada aspek biologis (id), aspek psikologis (ego), dan aspek sosiologis (super ego).
a. Aspek Biologis (Id)
Tokoh Pak Muslim mempunyai aspek bilogis (id) yang berupa keinginan-keinginan untuk memuaskan dirinya sendiri. Pak Muslim menginginkan hidup bahagia bersama teman-temannya satu flat tanpa adanya suatu masalah yang membuat kondisi flat itu menjadi tidak nyaman. Berikut cuplikan novel Mahkota Cinta yang menggambarkan kejadian tersebut.
“Pak Muslim tidak mau perkataan najis satu tetes merusak kesucian air satu gentong terjadi di rumah itu. Dan tidak ada najis yang paling merusak kesucian umat yang ingin berprestasi kecuali kemalasan. Ia tidak mau Zul jadi najis itu. Zul harus diselamatkan. Jika Zul tetap memilih jadi najis itu maka ia harus disingkirkan agar tidak merusak kesucian semangat orang satu rumah.”(MC:92).

Hal itu dapat ditunjukkan ketika Pak Muslim mengharapkan Zul untuk menikah dengan Siti Martini hingga Pak Muslim mau meminjami modal untuk pernikahan Zul. Berikut ini cuplikan dari novel Mahkota Cinta.
“Jika kau memilih saran yang kedua ini, aku akan membantumu semampuku. Aku akan meminjami modal untuk pernikahanmu. Aku bersedia mengantarmu menemui wanita itu, juga bersedia membantumu menemui keluarganya. Dan jika ini yang kauambil, aku minta kau jangan berhenti kuliah. Tetaplah melanjutkan kuliah. Hiduplah sehemat mungkin. Tetaplah bertahan sampai lulus. Kau harus lebih giat bekerja dan berusaha. Sebab, kau tidak hanya menanggung beban hidup dirimu sendiri, tapi juga menanggung orang lain.” (MC: 96).

Dari paparan novel tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh Pak Muslim mempunyai energi yang berupa id untuk memberikan rasa bahagia dan perhatian terhadap dirinya sendiri dan menolak kemungkinan yang akan menyakitinya. Hal itu secara tidak sadar telah dilakukan Pak Muslim, dan muncul ke perkataan “Aku” ditujukan langsung kepada Zul.


b. Aspek Psikologis (Ego)
Aspek psikologis (ego) yang dimiliki oleh Pak Muslim ialah ketika Pak Muslim memberikan nasihat kepada Zul yang menginginkan Zul harus bangkit dari kemalasannya. Hal tersebut ditunjukkan Pak Muslim dalam cuplikan novel berikut ini.
“Jika ingin serius kuliah maka ia harus segera bangkit dan merubah sikap. Jika sudah tidak ingin kuliah. Ia melihat Zul sebaiknya mencari tempat yang lain. Sebab kemalasan Zul bisa merusak situasi rumah yang selama ini nyaman dan kondusif untuk belajar. “ (MC:92).

Pengendalian aspek psikologis (ego) yang dilakukan oleh Pak Muslim ialah menyelamatkan Zul dan memberikan semangat kepada Zul agar mau memperbaiki dirinya. Hal itu dapat dilihat dari cuplikan novel berikut ini.
“Zul harus diselamatkan. Jika Zul tetap memilih jadi najis itu maka ia harus disingkirkan agar tidak merusak kesucian semangat orang satu rumah....................”(MC:92).

Dari paparan novel di atas dapat disimpulkan bahwa aspek psikologis (ego) yang ada pada diri Pak Muslim muncul ketika melihat perubahan pada diri Zul dan berusaha menghindari kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, yaitu mengancam ketentraman rumah yang akan membuat Pak Muslim serta seisi rumah terkena najis satu tetes dari satu orang.
c. Aspek Sosiologis (Super Ego)
Aspek sosiologis (super ego) yang dimiliki oleh tokoh Pak Muslim ditunjukkan ketika Pak Muslim memberikan saran yang pertama kepada Zul. Hal itu Pak Musim lakukan karena Pak Muslim tidak ingin Zul terlarut dalam masalah. Berikut cuplikannya.
”Maka, aku ulangi lagi saranku yang pertama, jika kamu ingin sukses dan berhasil lupakan wanita itu. Saat ini berkosentrasilah sepenuhnya untuk menuntut ilmu. Jika ia jodohmu selesai S2 aku doakan semoga bertemu. Dan bertemu dalam keadaan yang paling baik dan paling barakah. Jika tidak jodohmu, semoga kau dianugerahi jodoh yang lebih baik dalam segalanya dari wanita itu.”(MC:95)

Bahkan Pak Muslim rela meminjami modal untuk pernikahannya Zul Jika Zul memang sungguh ingin menikahi Siti Martini. Super ego tampak lebih besar dibandingkan dengan ego pada diri Pak Muslim lebih banyak tersalurkan kepada super ego. Hal itu ditunjukkan Pak Muslim dalam cuplikan novel berikut ini.
”Saranku yang kedua Zul, Jika kau tidak bisa mengikuti saranku yang pertama, aku sarankan kau untuk mendatangi wanita itu secara jantan. Dan nikahi dia. Lupakan seluruh cintamu padanya. Dan hiduplah dalam keluarga yang sakinah wa rahmah. Menikah itu jauh lebih baik daripada kau hanya memikirkan dia siang malam sampai sayu seperti mayat hidup.”(MC:96).

Dari beberapa uraian di atas mengenai distribusi energi pada aspek biologis (id), aspek pikologis (ego) dan aspek sosiologis (super ego) yang ada pada diri Pak Muslim, aspek sosiologis (super ego) yang mendapatkan porsi lebih besar. Hal ini dikarenakan pertahanan Pak Muslim terhadap aspek psikologis (ego) yang melanda dirinya dan lebih banyak menampak-kan aspek sosiologis (super ego) dalam mengatasi semua masalah yang ada dalam diri Pak Muslim.


3. Kecemasan
Kecemasan yang dialami oleh tokoh Pak Muslim tampak ketika Pak Muslim merasa khawatir dan cemas terhadap kondisi rumah yang selama ini tenang dan nyaman. Tetapi, berubah menjadi tidak nyaman hanya karena kemalasan Zul yang mempengaruhi kondisi satu rumah. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan novel berikut ini.
”Pak Muslim merasa khawatir keadaan Zul semakin parah. Jika parah, maka bisa berpengaruh pada suasana rumah. Sudah dua bulan Zul tidak membayar uang sewa rumah. ........”(MC:92)

Bentuk kecemasan yang tampak pada diri Pak Muslim adalah adanya sebuah ”kemalasan” yang ditunjukkan oleh Zul yang bisa mem-pengaruhi kondisi rumah, karena menurut Pak Muslim kemalasan hanya menyusahkan dirinya dan orang lain.
4. Pertahanan
Pertahanan dalam diri Pak Muslim dibedakan menjadi 3 yaitu:
a. Penolakan
Penolakan tokoh Pak Muslim yaitu ketika Zul mendapatkan masalah dan tidak ingin ada masalah yang ada di rumah itu. Namun masalah itu sudah terlanjur timbul. Hal itu dapat dilihat dalam cuplikan novel berikut ini.
”Ia melihat Zul sebaiknya mencari tempat yang lain. Sebab, kemalasan Zul bisa merusak situasi rumah yang selama ini nyaman dan kondusif untuk belajar……………..”(MC:92).

b. Pengingkaran
Pengingkaran dalam diri Pak Muslim dalam MC adalah Pak Muslim
pernah berburuk sangka bahwa seisi rumah yang ditempati oleh Siti Martini semuanya pelacur. Pengingkaran Pak Muslim dapat ditunjukkan dalam cuplikan novel berikut ini.
”Hmm, saya juga berburuk sangka lho Zul. Jika tidak kau beritahu mungkin selamanya dalam pikiran saya yang ada persepsi itu. Persepsi satu rumah itu pelacur semua. Kan kasihan mereka yang tidak berdosa. Ini jadi pelajaran penting Zul.”(MC:126)

c. Penahanan diri
Penahanan diri yang dilakukan oleh tokoh Pak Muslim adalah dalam bentuk tetap sabar dan memberikan semangat serta saran kepada Zul. Meskipun Zul telah membuat kondisi rumah tidak nyaman. Hal itu ditunjukkan Pak Muslim dalam cuplikan novel berikut ini.
” Bagus, jika kau ingin tetap lanjut kuliah kau harus bangkit dan mengembalikan semangatmu. Cukup tiga bulan saja kamu sakit...............” (MC:93)

Dari paparan novel tersebut dapat disimpulkan bahwa Tokoh Pak Muslim dilihat dari segi insting mempunyai insting hidup dan insting mati. Penditribusian dan pemakaian pada aspek biologis (id), aspek psikologis (ego), dan aspek sosiologis (super ego), bagian yang paling besar juga distribusi aspek sosiologis (super ego) dari pada aspek biologis (id) dan aspek psikologis (ego). Kecemasan yang ditunjukkan oleh Pak Muslim ialah merasa khawatir dan cemas terhadap kondisi rumah yang selama ini nyaman dan tenang. Pertahanan yang dilakukan oleh Pak Muslim ialah menolak masalah yang telah dilakukan oleh Zul. Meskipun begitu Pak Muslim tetap menahan emosinya yaitu dengan memberikan saran serta semangat terhadap Zul.
Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa aspek psikologi kepribadian tokoh Pak Muslim ialah seorang bapak yang arif bijaksana, penyayang, sabar, dan mempunyai jiwa penyemangat. Ia juga bapak yang patut diteladani oleh semua orang.



















BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Secara psikologi kepribadian tokoh Zul, Siti Martini dan Pak Muslim dalam novel Mahkota Cinta karya Habiburrahman El Shirazy apabila dianalisis menggunakan teori psikologi kepribadian Sigmund Freud, menghasilkan kesimpulan sebagai berikut.
1. Aspek psikologi kepribadian tokoh Zul adalah seorang pemuda yang senantiasa berusaha dan pekerja keras, meskipun dirinya selalu mendapat-kan cobaan. Zul sangat menyayangi dan mencintai Siti Martini sehingga dia ingin menikahi Siti Martini, membina keluarga yang bahagia bersama Siti Martini.
2. Aspek psikologi kepribadian tokoh Siti Martini seorang perempuan janda yang tangguh, tegar dalam menghadapi semua permasalahan. Ia juga seorang wanita sholehah yaitu selalu menjaga mahkota kesuciannya, meskipun nyawa menjadi taruhannya.
3. Aspek psikologi kepribadian tokoh Pak Muslim ialah seorang bapak yang arif bijaksana, penyayang, sabar, dan mempunyai jiwa penyemangat. Ia juga bapak yang patut diteladani oleh semua orang.



B. Saran
Saran yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca pada penelitian analisis novel mahkota cinta karya Habiburrahman El Shirazy kajian psikologi sastra adalah sebagai berikut.
1. Masyarakat pembaca dan penikmat karya sastra.
Penelitian ini hendaknya dapat dijadikan salah satu wawasan dalam memahami salah satu karya sastra, khususnya novel Mahkota Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. Karena novel tersebut merupakan novel psikologi islami pembangun jiwa yang dapat memberikan gambaran tentang bagaimana menghadapi semua permasalahan hidup yang terjadi di dunia ini. Serta dapat dijadikan hiburan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan kita terhadap karya sastra.
2. Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
Dalam novel MC karya HES terdapat banyak pelajaran yang dapat diambil pelajaran untuk mengetahui perkembangan sastra di Indonesia, sehingga guru bahasa dan sastra Indonesia bisa menggunakan novel MC sebagai media pembelajaran sastra kepada siswa dalam mengajar pelajaran tentang karya sastra.
3. Bagi perpustakaan
Perpustakaan adalah sebagai salah satu tempat buku ilmu penge-tahuan yang banyak membutuhkan banyak dokumen-dokumen, di antara-nya adalah dokumen tentang penelitian. Oleh karena itu, dapat kiranya penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sarana menambah wawasan keilmuan dan memahami karya sastra.
4. Bagi penelitian yang lain
Bagi penelitian lain adalah sebagai motivasi dan referensi dalam penelitian karya sastra Indonesia. Diharapkan setelah peneliti melakukan penelitian ini muncul penelitian-penelitian baru sehingga dapat menumbuhkan motivasi dalam kesusastraan Indonesia.
















DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2010. Psikologi Kepribadian. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Pres

Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: Med Press (Anggota IKAPI)

Moeleong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Novia, Windy. Tanpa Tahun. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kashiko Press

Nurgiantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada Uninersity Press.

Shirazy, Habiburahman. 2008. Mahkota cinta. Jakarta: Penerbit Republika

Siswantoro, 2004. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologi. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Sudirdja dan Dedi Fatah Yasin. 2008. SPM Bahasa Indonesia SMP dan MTs. Erlangga.

Sugihastuti. 2002. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Sujanto, Agus, dkk. 2006. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara.

Suryabrata, Sumadi. 2005. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Rosda Karya

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
SINOPSIS NOVEL MAHKOTA CINTA
Judul buku : Mahkota Cinta
Pengarang : Habiburrahman El Shirazy
Penerbit : Republika

Novel islami yang berjudul Mahkota Cinta ini menceritakan tentang perjalanan panjang seorang Ahmad Zul dalam mencari jati diri, kehidupan, dan cinta. Seorang Zul, dia memulai perjalanan dari semarang sebagai tempat lahirnya menuju ke jakarta, dari Jakarta menuju batam, dari batam menuju Malaysia, dan kembali lagi ke Yogyakarta.
Dalam perjalanan ke Malaysia Zul bertemu dengan Siti Martni, mereka ngobrol selama perjalanan, Siti Martini menceritakan pada Zul perjalanan pahitnya ketika dia tahu bahwa suaminya itu adalah orang yang sangat brengsek dan menipu dia. Selama perjalanan Zul; merasa mendapat petunjuk soalnya dia tidak tahu harus melakukan apa. Dia belum pernah ke Malaysia, makanya dia tidak tahu tempat di sana.
Sesampainya di Malaysia, Zul bingung harus ke mana dia tidak punya tujuan yang pasti, dia coba menelepon Pak Rusli orang yang disarankan Pak Hasan yang harus ditemui Zul, tapi tidak diangkat-angkat. Akhirnya Siti Martini mengajak Zul ke rumahnya untuk menginap semalam atau dua malam sebelum dia ketemu sama Pak Rusli dan Zul pun menyetujuinya.
Mereka langsung menuju rumah Mari, sesampainya di rumah Mari, Zul disambut oleh teman-teman Mari. Malam itu Zul tidur di rumah Mari, keesokan harinya Zul pergi meninggalkan rumah Mari karena ingin menghindari Linda sekalian mencoba menghubungi Pak Rusli kembali.
Setelah selesai makan Zul memutuskan pergi jalan-jalan keluar ke pusat kota, karena dia merasa tidak akan kuat imannya jika terus bersama Linda di rumah itu. Zul langsung keluar dari rumah itu dan meninggalkan Linda sendiri. Dari Subang Jaya Zul menggunakan bus Rapid KL menuju terminal KL Sentral, di sana Zul merasa bingung lalu dia berinisiatif menghubungi Pak Rusli dan akhirnya dia dapat menghubungi Pak Rusli, Zul mengutarakan maksud dan tujuan dia datang ke Malaysia dan menghubungi pak Ruslipun karena pemberitahuan Pak Hasan waktu Zul berada di Batam. Dari Rapid KL Zul menuju KTM dan turun di Mad Valley untuk bertemu dengan Pak Rusli.
Setelah sampai di Mad Valley Zul bertemu dengan Pak Rusli dan mereka berbincang-bincang mengenai maksud dan tujuan Zul, di sana zul di beri pengarahan dan arahan oleh Pak Rusli untuk bisa melanjutkan sekolah S2 di Universitas Malaya. Zul merasa bahagia sekali dan sangat bersemangat untuk menempuh hidup barunya, mereka mengelilingi Universitas Malaya untuk melihat-lihat dan mereka shalat ashar dulu di mesjid Akademi Pengajian Islam setelah itu Pak Rusli mengantarkan Zul bertemu dengan teman-temannya yang dari Indonesia.
Setelah beberapa lama mereka turun dari mobil, Pak Rusli dan Zul langsung menuju sebuah apartemen tempat mahasiswa dari Indonesia yang akan dikenalkan Pak Rusli kepada Zul, sesampainya di apartemen itu Zul disambut dengan ramah oleh penghuni rumah yaitu Sugeng, Yahya, Arif, Rizal, dan Pak Muslim. Semua teman-teman barunya menceritakan latar belakang mereka yang dengan penuh susah payah berjuang hanya untuk meneruskan pendidikan mereka. Setelah beberapa lama penghuni flat itu kumpul semua, mereka memberikan semangat yang besar kepada Zul untuk terus melanjutkan kuliahnya bahkan Yahya menawarkan Zul untuk tinggal di sana dan sekamar bareng sama Yahya, tak ada keraguan bagi Zul untuk menolak tawaran tersebut dan akhirnya Zul memutuskan untuk tinggal di flat tersebut bersama Yahya dan teman-teman yang lainnya.
Dengan perasaan lega karena Zul sudah diterima oleh teman-teman barunya Pak Rusli memutuskan untuk pulang dan Pak Rusli langsung pamitan kepada semuanya. Malamnya Zul merasa punya semangat dan saran serta dorongan dari teman-temanya untuk bisa menentukan langkah selanjutnya. Semua yang ada di rumah itu ingin memberikan bantuan semampunya.
Sugeng menawarkan diri untuk membantunya mengurus pendaftaran di UM. Karena Zul masuk ke Malaysia tanpa single entry maka urusan imigrasi pasti akan sedikit ada masalah. Rizal yang sudah punya pengalaman dalam masalah ini bersedia mendampingi Zul jika nanti harus berurusan dengan masalah visa. Yahya dan Arif akan membantu mencarikan Informasi kerja. Dan Pak Muslim, yang paling tua di rumah itu, menawarkan sepeda motornya jika akan digunakan Zul selama Pak Muslim melaksanakan penelitian di Sabah, Pak Muslim menyarankan supaya Zul daftar saja terlebih dahulu.
Sesudah itu Zul menyetujui saran dari teman-teman barunya, dan Zul memutuskan untuk kuliah di UM mengambil jurusan psikologi pendidikan, fakultas pendidikan. Keesokannya Zul mengurus berkas-berkas lamarannya ke UM di damping sugeng selama dua hari Zul bolak balik ke sana ke sini menguruskan berkas dan berkasnya telah beres. Zul tinggal menunggu panggilan dari Universitas Malaya.
Selama menunggu panggilan dari UM Zul memutuskan untuk mencari kerja supaya bisa mendapatkan uang untuk pembayaran biaya kuliah jika dia bisa diterima di UM. Setelah itu Rizal mengajak Zul untuk bekerja dengan semangat Zul menerima ajakan Rizal bekerja, mulai saat itu Zul bekerja dengan penuh semangat bagaikan tanpa lelah terus bekerja setiap hari sampai malam, teman-temannya sangat senang melihat semangat Zul untuk bekerja demi mendapatkan uang untuk kuliah.
Suatu hari ia ingat bahwa barang-barang yang dibawanya dari Indonesia masih tertinggal di rumah Mari dan Zul hanya bisa mengirim SMS kepada Mari:

"Assalamu'alaikum Mbak Mari. Maaf ya, sy blm bs ke tmpt Mbak. Juga maaf pada wkt itu tdk smpt pamitan. Alhamdulillah sy sdh dpt kerja. Dan sdh dpt tmpt tnggl yg nyaman. Trs trng sy sdng sngt sibuk. Nnti jk sdh agak longgar sy k tmpt mbak untk ambil barang insya Allah. Terima kasih atas sgl kebaikannya ya. Dari adikmu: Zul."
Dalam SMS itu ia mengatakan sebagai adik Mari. Karena ia merasa Mari memang tepat dijadikan kakaknya. Dan saat bertemu untuk pertama kali ia merasakan Mari begitu baik. Dan seolah Mari menganggap dirinya sebagai adik.
Smsnya itu langsung dibalas oleh Mari,
"Wassalamu'alaikum wr wb. Alhdulillah kau ternyata masih hidup :) Aku smpat khwtir krn kau pergi dan dua bulan tdk ada kbrnya. Ya, smg sehat dan sukses. Barangbarangmu masih terjaga dgn baik di sini. Oh ya skdr informasi, jk nnti ke sini mngkn tak akan bertm Mbak Iin lagi. Dia sdh pulang ke Indonesia tiga hari yang lalu. Dan kemngkinan besar tidak akan kembali lagi ke sini. Terima kasih telah menganggapku sebagai kakak. Selamat bekerja. O ya apakah ini nomor hpmu? Salam sayang dari kakakmu: Mari."
Ia bahagia sekali membaca SMS itu. Ia merasakan bahwa Mari memang orang yang tulus. Menolong dirinya tanpa pamrih apapun. Terkadang terbersit dalam pikirannya andai saja Mari masih gadis dan umurnya lebih muda darinya. la merasa bisa jatuh cinta padanya. Cepat-cepat ia menepis pikiran yang tidak-tidak itu. La lalu menjawab pertanyaan Mari,
"Mbak ini bukan nomor hp saya. Tapi nomor teman saya. Tapi saya punya alamat email. Jika ingin mengabarkan sesuatu kpd sy, ini alamatnya: zoel_guanteng@okaymail.com. Terima kasih." Ia lalu menerima jawaban singkat dari Mari, "Ya. Baik."
Suatu hari datanglah surat keterangan dari Universitas Malaya yang meyatakan bahwa Zul diterima di sana. Selama tiga bulan Zul bekerja mati-matian untuk dapat menghidupi kehidupan dan dapat membayar uang registrasi kuliah.
Perkuliahanpun dimulai, Zul sudah mendapatkan jadwal aktif kuliah, dia harus bias menyesuaikan waktu untuk kuliah, belajar, dan bekerja. Tak terasa satu semester telah dilewati Zul dengan penuh semangat dan harapan. Malam itu Kuala Lumpur hujan deras tengah malam Zul bangun dari tidurnya, dia muhasabah diri mengingat hal-hal yang penah ia lakukan dulu.
Pagi harinya Zul ingin bersilaturahmi kepada Mari dan akhirnya dia pergi ke rumah Mari , sesampainya di rumah Mari, Zul kaget karena melihat Mari sedang mau diperkosa oleh Warkum yang merupakan mantan suami Mari. Dengan segera Zul memukul Warkum sampai Warkum merasa kesakitan dan minta maaf. Warkum langsung pergi setelah diancam oleh Zul. Setelah kejadian itu Mari sangat berterimakasih pada Zul, bahkan Mari rela melakukan apapun demi Zul, akhirnya Zulpun pergi meninggalkan Mari dengan membawa barang-barangnnya.
Zul mondar-mandir di ruang tamu, semua penghuni flat itu sudah tidur. Zul selalu membayangkan kejadian tadi siang yang dia alami, wajah Mari selalu terbayang di ingatan Zul. Ia sadar bahwa dia sudah dewasa tapi ia bingung harus berbuat apa, seandainya ia menikahi Mari ia takut kuliahnya tidak beres, tapi kalau tidak begitu dia juga tidak tahu harus berbuat apa. Dia mencoba bertanya pada Yahya dan Yahyapun memberi saran pada dia, kalau memang Zul sangat mencintainya lebih baik Zul menikahinya dengan catatan kuliah harus sampai beres.
Dua bulan berlalu setelah Yahya mengajak Zul berbicara dari hati ke hati dengan harapan semangat Zul kembali pulih tetapi sayangnya Zul masih saja murung dan banyak melamun dia tidak semangat dalam bekerja, berusaha dan belajar. Melihat sikap Zul yang seperti itu Pak Muslim selaku orang yang paling tua di flat itu memanggil Zul dan memberikan tiga pilihan pada Zul, yang pertama Zul harus melupakan mari dan konsentrasi pada kuliahnya, yang kedua Zul harus menikahi Mari tetapi kuliah juga harus tetap jalan, dan yang ketiga Pak Muslim membebaskan Zul untuk hidup sesukanya dengan syarat tidak boleh tinggal di flat itu. Akhirnya Zul memilih saran yang kedua, keesokan harinya Zul siap berangkat ke rumah Mari dengan tujuan untuk melamar Mari dan diantar oleh Pak Muslim.
Sesampainya di rumah Mari, Zul sangat terkejut karena rumah itu telah kosong, Zul dan Pak Muslim bertanya pada tetangga rumah itu dan tetangga itu menunjukan Koran yang Menyatakan bahwa penghuni rumah itu semuanya di tangkap polisi karena melakukan praktek prostitusi, Zul sangat kecewa dengan berita itu dan akhirnya mereka pulang lagi ke flat mereka dengan hati Zul yang sakit.
Dengan kejadian itu Zul semangat lagi untuk melanjutkan kuliah dan bekerja, seisi flat itu senang melihat semangat Zul kembali pulih. Zul dengan penuh semangat melanjutkan kuliah dan akhirnya dia sebentar lagi dia akan menyandang gelar M.Ed. (Master Education). Waktu terus berjalan dan Zul pun mendapat kebingungan antara melanjutkan kuliah S3 atau pulang ke Indonesia untuk mencari kerja, dia pergi ke rumah yahya dan menceritakan kegelisahannya pada Yahya. Dengan penuh kesabaran Yahya selalu menasehati Zul dan memberikan arahan-arahan kepada Zul untuk megambil keputusan yang terbaik.
Yahya menyarankan Zul untuk segera menikah dan Yahya mengenalkan Zul pada seorang wanita teman istrinya yang merupakan seorang dosen namanya Prof. Madya Datin Laila Abdul Majid, Ph.D. Dia menyelesaikan S.2 dan S.3-nya di Birmingham. Zul sangat terkejut dan senang seandainya dia jadi menikah dengan wanita itu, tapi sayang wanita itu sudah dijodohkan oleh keluarganya.
Setelah itu Zul pulang dengan naik bus mini kuning ke Hentian Kajang, sebelum naik bus mini Zul bertemu dengan Sumiyati yang dulu pernah bertemu di Subang Jaya di rumah Mari, Sumiyati menceritakan apa yang terjadi pada mereka di rumah itu dan kahirnya Zul baru mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, Zul merasa sangat bahagia mendengar cerita itu.
Keesokan harinya Yahya menghubingi Zul dan memberitahu bahwa Datin Laela sudah di jodohkan dengan orang lain, Zul sangat kecewa tapi di balik itu Yahya memberikan kabar yang cukup menggembirakan bahwa di Indonesia tepatnya UNY (Universitas Yogyakarta) ada lowongan jadi Dosen S2 jurusan Sosiologi Pendidikan. Zul memutuskan untuk langsung pulang dan melamar pekerjaan di sana.
Tiga hari kemudian Zul langsung pulang ke Indonesia menuju bandara Adi Sucipto Yogyakarta dan ia dijemput oleh Pak Muslim. Sesampainya di bandara Zul bertemu dengan Pak Muslim dan pak Muslim mengajak Zul ke rumahnya, di rumah pak Muslim Zul menceritakan perjalanan hidupnya setelah Pak Muslim pulang ke Indonesia.
Besoknya pak Muslim mengantarkan Zul untuk memasukan lamaran pekerjaan ke UNY, sesudah itu pak Muslim bertanya pada Zul “apakah Zul belum berencana menikah?, dan pak Muslim mau mempertemukan Zul dengan teman istrinya, Pak Muslim menjelaskan bahwa teman istrinya itu sangat baik. Zul menurut saja dengan apa yang disarankan pak Muslim, yang bernama Agustina Siti Mariana Maulida, M.Ec.
Waktu terasa cepat berlalu dan akhirnya saat yang di sarankan pak Muslim untuk bertemu dengan Agustina tiba, setelah solah isya Zul dan Pak Muslim langsung pulang ke rumahnya dan ternyata istrinya Pak Muslim dan Agustina orang yang akan dikenalkan dengan Zul sudah berada di rumah Pak Muslim. Waktu itu Zul sangat terkejut karena yang dia lihat adalah Mari orang yang ia cintai waktu di Subang Jaya Malaysia.
Malam itu adalah malam yang sangat bersejarah dan membahagiakan bagi Zul dan Mari. Mereka sepakat untuk menikah secepatnya. Dan dua minggu setelah itu mereka mengikrarkan akad nikah di Sragen. Di desa kelahiran Mari. Selanjutnya mereka hidup bersama dalam kesucian. Dan beribadah bersama, saling mendukung dan menguatkan, sujud bersama dalam bingkai mahkota cinta yang terbangun indah di atas mahligai iman dan takwa. Secara garis besar buku novel islami ini sangat bagus, Bahasa yang digunakannya juga bagus karena mudah dipahami oleh pembaca sehingga kita sebagai seorang pembaca bisa langsung paham akan isi novel tersebut.













Biografi Habbiburahman El-Shirazy

Habiburrahman el-Shirazy (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 30 September 1976; umur 32 tahun) adalah sarjana Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir dikenal sebagai dai, novelis, dan penyair. Karya-karyanya banyak diminati tak hanya di Indonesia, tapi juga negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Brunei. Karya-karya fiksinya dinilai dapat membangun jiwa dan menumbuhkan semangat berprestasi pembaca. Diantara karya-karyanya yang telah beredar dipasaran adalah Ayat-Ayat Cinta (telah dibuat versi filmnya, 2004), Di Atas Sajadah Cinta (telah disinetronkan Trans TV, 2004), Ketika Cinta Berbuah Surga (2005), Pudarnya Pesona Cleopatra (2005), Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007), Ketika Cinta Bertasbih 2 (Desember, 2007) dan Dalam Mihrab Cinta (2007). Kini sedang merampungkan Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening, dan Bulan Madu di Yerussalem.
Memulai pendidikan menengahnya di MTs Futuhiyyah 1 Mranggen sambil belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak di bawah asuhan K.H. Abdul Bashir Hamzah. Pada tahun 1992 ia merantau ke kota budaya Surakarta untuk belajar di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Surakarta, lulus pada tahun 1995. Setelah itu melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadist Universitas Al-Azhar, Kairo dan selesai pada tahun 1999. Pada tahun 2001 lulus Postgraduate Diploma (Pg.D) S2 di The Institute for Islamic Studies di Kairo yang didirikan oleh Imam Al-Baiquri.
Selama di Kairo
Ketika menempuh studi di Kairo, Mesir, Kang Abik pernah memimpin kelompok kajian MISYKATI (Majelis Intensif Yurisprudens dan Kajian Pengetahuan Islam) di Kairo (1996-1997). Pernah terpilih menjadi duta Indonesia untuk mengikuti “Perkemahan Pemuda Islam Internasional Kedua” yang diadakan oleh WAMY (The World Assembly of Moslem Youth) selama sepuluh hari di kota Ismailia, Mesir (Juli 1996). Dalam perkemahan itu, ia berkesempatan memberikan orasi berjudul Tahqiqul Amni Was Salam Fil ‘Alam Bil Islam (Realisasi Keamanan dan Perdamaian di Dunia dengan Islam). Orasi tersebut terpilih sebagai orasi terbaik kedua dari semua orasi yang disampaikan peserta perkemahan tersebut. Pernah aktif di Mejelis Sinergi Kalam (Masika) ICMI Orsat Kairo (1998-2000). Pernah menjadi koordinator Islam ICMI Orsat Kairo selama dua periode (1998-2000 dan 2000-2002). Sastrawan muda ini pernah dipercaya untuk duduk dalam Dewan Asaatidz Pesantren Virtual Nahdhatul Ulama yang berpusat di Kairo. Dan sempat memprakarsai berdirinya Forum Lingkar Pena (FLP) dan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) di Kairo.
Selama di Indonesia
Setibanya di tanah air pada pertengahan Oktober 2002, ia diminta ikut mentashih Kamus Populer Bahasa Arab-Indonesia yang disusun oleh KMNU Mesir dan diterbitkan oleh Diva Pustaka Jakarta, (Juni 2003). Ia juga diminta menjadi kontributor penyusunan Ensiklopedi Intelektualisme Pesantren: Potret Tokoh dan Pemikirannya, (terdiri atas tiga jilid ditebitkan oleh Diva Pustaka Jakarta, 2003).
Antara tahun 2003-2004, ia mendedikasikan ilmunya di MAN I Jogjakarta. Selanjutnya sejak tahun 2004 hingga 2006, ia menjadi dosen Lembaga Pengajaran Bahasa Arab dan Islam Abu Bakar Ash Shiddiq UMS Surakarta. Saat ini ia mendedikasikan dirinya di dunia dakwah dan pendidikan lewat karya-karyanya dan pesantren Karya dan Wirausaha Basmala Indonesia bersama adik dan temannya.
Prestasi
Kang Abik, demikian novelis ini biasa dipanggil adik-adiknya, semasa di SLTA pernah menulis teatrikal puisi berjudul Dzikir Dajjal sekaligus menyutradarai pementasannya bersama Teater Mbambung di Gedung Seni Wayang Orang Sriwedari Surakarta (1994). Pernah meraih Juara II lomba menulis artikel se-MAN I Surakarta (1994). Pernah menjadi pemenang I dalam lomba baca puisi relijius tingkat SLTA se-Jateng (diadakan oleh panitia Book Fair’94 dan ICMI Orwil Jateng di Semarang, 1994). Pemenang I lomba pidato tingkat remaja se-eks Keresidenan Surakarta (diadakan oleh Jamaah Masjid Nurul Huda, UNS Surakarta, 1994). Ia juga pemenang pertama lomba pidato bahasa Arab se- Jateng dan DIY yang diadakan oleh UMS Surakarta (1994). Meraih Juara I lomba baca puisi Arab tingkat Nasional yang diadakan oleh IMABA UGM Jogjakarta (1994). Pernah mengudara di radio JPI Surakarta selama satu tahun (1994-1995) mengisi acara Syharil Quran Setiap Jumat pagi. Pernah menjadi pemenang terbaik ke-5 dalam lomba KIR tingkat SLTA se-Jateng yang diadakan oleh Kanwil P dan K Jateng (1995) dengan judul tulisan, Analisis Dampak Film Laga Terhadap Kepribadian Remaja. Beberapa penghargaan bergengsi lain berhasil diraihnya antara lain, Pena Award 2005, The Most Favorite Book and Writer 2005 dan IBF Award 2006. Dari novelnya yang berjudul “Ayat-ayat Cinta” dia sudah memperoleh royalti lebih dari 1,5 Milyar, sedangkan dari buku-bukunya yang lain tidak kurang ratusan juta sudah dia kantongi.